Pengobatan jerawat yang semula dipencet, misalnya, lantas tidak diperbolehkan para dokter kemudian.
“Mereka juga perlu saran dari kami (dokter). Saya ingat pertemuan dengan Wijaya Kusuma, kami dikecam. ‘Buat apa ngobatin jerawat harus begitu?’. Sedangkan dokter harus pakai antibiotik dan lain-lain,” kenang Sjarif.
Belajar dari Kisah Parinah, TKI yang Dinyatakan Hilang 18 Tahun dan Ditemukan di Inggris, Kenali Ciri Agen TKI Palsu dan Ilegal
Penolakan itu tak berlangsung lama, dan perawatan kulit yang melibatkan ahli medis mulai diterima dan menjadi pilihan.
Pada 1980-an klinik kecantikan bermunculan. Sebagian merupakan pengembangan dari salon kecantikan, sebagian lain pengembangan dari praktik dokter kulit.
Masifnya pembangunan klinik kecantikan, membuat Departemen Kesehatan (Depkes) mengeluarkan Pedoman Penyelenggaraan Klinik Kecantikan tahun 2007.
“Depkes mengatur karena terlalu banyak klinik kecantikan muncul. Sama Depkes dibenerin. Harus ada syaratnya, tidak hanya sekadar ada dokter untuk memenuhi syarat jadi klinik,” kata Sajrif.
Keterlibatan dokter dalam wilayah kecantikan kemudian mengubah pola perawatan kulit di Indonesia.
Namun seperti halnya puspa ragam merek dagang klinik kecantikan, tak sedikit orang yang bertahan memilih cara tradisional demi merawat kesehatan kulitnya hari ini. (*)
2 Tahun Diselingkuhi, Istri Sah Nekat Bawa Tulisan Ini ke Konser yang Dihadiri Pelakor dan Suaminya
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Ridho Nugroho |