Laporan Wartawan Grid.ID, Andika Thaselia Prahastiwi
Grid.ID - Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dijadwalkan akan berjumpa pada pertemuan bersejarah Jumat (27/4/2018) pagi waktu setempat.
Pertemuan ini adalah salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat internasional.
Bagaimana tidak, selama ini walaupun keduanya punya rumpun yang sama, Korea Utara dan Selatan seperti dua sisi mata uang yang saling berkebalikan.
Seperti yang diwartakan oleh Kompas.com (27/4/2018), kedua pemimpin ini akan bertemu pada pukul 09.30 waktu Korea Selatan, atau pukul 06.30 WIB.
Satu hal yang sering menjadi pertanyaan publik adalah, sebenarnya apa yang membuat dua Korea ini berpisah?
Baca : Pernyataan Baru Pihak Keluarga Soal Kematian DJ Avicii, Benarkah Dia Bunuh Diri?
Untuk mengetahuinya, kita harus kembali dulu ke masa kemenangan Blok Sekutu di Perang Dunia II (PD II) pada tahun 1945.
Menangnya Sekutu juga menjadi titik berakhirnya pendudukan Jepang di Korea selama 35 tahun penjajahan.
Seperti yang kita tahu, pasca PD II negara-negara di dunia punya dua pengaruh politik yang cukup kuat, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia).
Inilah titik awal perpecahan Korea Selatan dan Korea Utara.
Michael Robinson, Guru Besar bidang Studi dan Sejarah Asia Timur di Indiana University mengungkapkan pada History, pada Agustus 1945 wilayah Semenanjung Korea terbagi menjadi dua pangkalan militer.
Baca : Pandai Mencari Solusi, 5 Zodiak Ini Dianggap Paling Cerdas, Gemini Pertama loh!
Hingga tiga tahun ke depannya (1945-48), sisi Semenanjung Korea bagian utara diduduki sebagai pangkalan militer Soviet, dengan membawa pengaruh rezim komunis yang saat itu dianut.
Di sisi selatan, sebuah pemerintahan militer terbentuk berkat prakarsa Amerika Serikat.
Paham komunis yang dianut oleh Uni Soviet memberikan pengaruh besar bagi sisi utara Semenanjung Korea.
Paham ini langsung menjadi populer dan diyakini sebagai visi kehidupan yang sesungguhnya.
Sayangnya, paham ini tidak diamini oleh mereka yang tergabung sebagai masyarakat kelas menengah.
Baca : Mengenal Transnistria, Negara Hantu yang Tak Pernah Diakui Dunia
Masyarakat kelas menengah ini kemudian bermigrasi ke selatan, di mana Amerika Serikat melancarkan pengaruhnya yang mendukung rezim anti-komunis, atau paham kanan.
Robinson menambahkan, sebenarnya Semenanjung Korea masih punya harapan untuk kembali bersatu.
Dengan syarat Amerika Serikat dan Uni Soviet meninggalkan pangkalannya, membiarkan masyarakat Korea merundingkan sendiri apa yang menjadi pokok utama tujuan negara mereka.
Tapi merebaknya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat justru makin memperparah perpecahan di Semenanjung Korea.
Tahun 1948, Amerika Serikat meminta bantuan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelenggarakan voting masa depan Semenanjung Korea.
Baca : Usia Pertama Menstruasi Bisa Jadi Prediksi Menopause Hingga Penyakit Kronis, Ini Penjelasannya
Masyarakat Korea di bagian utara menolak untuk ikut andil dalam voting tersebut.
Akhirnya, Semenanjung Korea bagian selatan memutuskan untuk membangun pemerintahan sendiri berpusat di Seoul.
Pembentukan pemerintahan ini diprakarsai oleh tokoh anti-komunis, Syngman Rhee, yang kemudian menjadi presiden pertama Korea Selatan.
Korea Utara merespon hal ini dengan kepala dingin.
Pihaknya juga membentuk pemerintahan di bawah Kim Il Sung yang dulunya memimpin gerakan gerilya komunis.
Baca : Mirip Bintang Bollywood Rani Mukherjee, Ayu Ting Ting Tampil Cantik Penuh Pesona, Penasaran?
Pemerintahan ini berpusat di Pyongyang, dengan nama Republik Rakyat Demokratik Korea.
Perdamaian ini tidak kemudian berjalan mulus begitu saja.
Tahun 1950-1953, pecahlah Perang Korea yang menelan korban hingga 2,5 juta jiwa.
Perang inilah yang kemudian menjadi awal kebencian Korea Utara pada Amerika Serikat.
Sebab Amerika Serikat yang pada waktu itu masih punya pengaruh besar di Korea Selatan melakukan serangkaian penyerangan yang berdampak luar biasa di Korea Utara.
Baca : Pai Kreasi Karakter Bintang Film, Bikin Kamu Nggak Tega Memakannya
Amerika Serikat mengebom separuh bagian dari Korea Utara, meluluh-lantakkan hampir semua fasilitas publik.
Pada 1953 dilakukan gencatan senjata yang akhirnya meninggalkan zona demiliterisasi sebagai perbatasan diantara keduanya.
Robinson mendeskripsikan zona demiliterisasi ini sebagai wilayah yang sangat tertutup dan sakral, yang akhirnya menjawab pertanyaan kenapa ada perbedaan drastis antara Korea Utara dengan Korea Selatan.
Momen pertemuan Kim Jong Un dan Moon Jae-in ini diharapkan dapat menghapus jarak dan batas yang sampai saat ini masih terbentuk di dua Korea.
Kim Jong Un rencananya akan berdiskusi dengan Moon Jae-in secara terbuka mengenai beragam isu yang dapat meningkatkan hubungan antara dua Korea.
Baca : Super Junior dan fromis_9 Konfirmasi Siap Terbang ke Amerika untuk KCON 2018 NY
Isu-isu tersebut meliputi perdamaian, kemakmuran, dan reunifikasi Semenanjung Korea.
Kim Jong Un juga mencatat sejarah sebagai pemimpin Korea Utara pertama yang menginjak tanah Korea Selatan sejak akhir Perang Korea. (*)
Source | : | Kompas.com,History.com |
Penulis | : | Andika Thaselia |
Editor | : | Andika Thaselia |