Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID - Telah beredar sebuah video tentang uji efektivitas masker berbahan scuba dengan cara meniup pada korek api yang ramai dibicarakan netizen di media sosial Facebook.
Postingan tersebut diunggah oleh akun Facebook Nür Aidäh Mädjidiñ.
“Batal dah saya rencana mo beli masker scuba kalau begini hasilnya. Jadi masker kain 2 lapisan terus tengahnya ada tempat buat naruh tissue sepertinya lebih baik untuk digunakan ya ^^
#dirumahsaja," tulisnya sambil melampirkan sebuah video.
Dalam video tersebut terlihat seorang laki-laki tengah membandingkan masker scuba dengan beberapa masker yakni masker bedah bermerk, masker bedah biasa, masker kain gratis yang di dalamnya diberi lapisan tisu, dan masker scuba.
Pria tersebut terlihat menguji masker dengan cara memakai masing-masing masker, kemudian saat menggunakan masker-masker tersebut dia meniup untuk mencoba mematikan api.
Hasilnya, saat penggunaan masker N95, masker bedah bermerk, masker bedah biasa dan masker kain yang di dalamnya diisi tisu, api dari korek api tidak padam saat ditiup.
Sementara, saat menggunakan masker scuba, api dari korek api dapat padam.
Baca Juga: Wow, 3 Zodiak ini Diramal Akan Menjadi Orang Tajir, Leo: Kekayaannya Bakal Membuat Orang Lain Iri!
Postingan tersebut sampai dengan hari ini telah di-like lebih dari 2,2 ribu kali dan dibagikan ulang lebih dari 18 ribu kali.
Lantas, bagaimana pandangan ahli tentang masker scuba?
Terkait hal tersebut, Grid.ID melansir dari Kompas.com, seorang peneliti angkat bicara.
Dr.Eng. Muhamad Nasir, Peneliti Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB ) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang saat ini juga tengah melakukan penelitian terkait teknologi untuk masker.
Pihaknya menjelaskan bahwa pada dasarnya pengujian kinerja utama pada masker dilakukan melalui beberapa tahapan yakni:
- Uji filtrasi bakteri (bactrial filtration efficiency).
- Uji filtrasi partikulate (particulate filtration efficiency).
- Uji permeabilitas udara dan pressure differential (breathability dari masker).
Baca Juga: Raffi Ahmad Mengaku Sempat Bosan dengan Rumah Tangganya, Nagita Slavina: Nggak Cari yang Lain?
Adapun pengujian secara ditiup sebetulnya hanya menunjukkan permeabilitas udara yang mengalir, semakin besar pori bahan suatu masker maka permeabilitas atau aliran udara semakin besar.
Meski demikian, dia sepakat jika cara tersebut tetap dapat dipakai masyarakat untuk menguji kualitas masker yang mereka beli.
“Iya (cara yang dapat dipakai), itu sebagai indikator awal saja,” jelasnya pada Selasa (14/04/2020).
Dia juga menyampaikan masker kain dengan bahan yang lentur seperti scuba, pada saat dipakai akan terjadi streching atau perenggangan bahan sehingga kerapatan dan pori kain membesar serta membuka yang mengakibatkan permeabilitas udara menjadi tinggi.
Baca Juga: Benarkah Menyentuh Puting Pria Dapat Membuat Pasangan Lebih Bergairah? Simak Faktanya!
Akibatnya, peluang partikulat virus untuk menembus masker pun disebutnya semakin besar.
“Jika pori kain makin besar maka peluang virus masuk akan besar,” ungkapnya.
Meski demikian, Nasir menyampaikan bahwa masker kain meskipun ia tak memiliki kerapatan layaknya masker N95 ataupun masker bedah, tetapi secara umum masker kain tetap memiliki kemampuan penyaringan yakni sekitar 50 sampai dengan 80 persen.
Namun yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan pemilihan bahan yang digunakan.
Lebih lanjut dia menyampaikan masyarakat dapat memilih masker kain dengan memilih kain yang rapat dan kaku sehingga tidak mudah terjadi streching kain maupun perubahan pori ketika masker dipakai.
Dia juga mencontohkan, untuk melihat kerapatan bahan yang akan dijadikan masker kain, juga dapat dilakukan dengan mengarahkan kain saat direnggangkan ke arah cahaya lampu.
“Kita bisa mengamati perubahan ukuran pori kain sebelum dan setelah peregangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, pernyataan tersebut juga sama diutarakan Kepala anestesiologi di Wake Forest Baptist Health, Dr. Scott Segal yang kini tengah mempelajari masker buatan rumahan memberikan saran dalam memilih jenis bahan untuk masker kain.
Menurutnya, langkah pertama adalah merentangkan kain yang akan digunakan menghadap ke arah cahaya.
Jika cahaya menembus dengan mudah melalui serat kain, dan kita hampir bisa melihat serat-seratnya, artinya itu bukan bahan yang bagus digunakan untuk membuat masker.
Sebaliknya, jika kain tersebut lebih padat dan tidak banyak menembus cahaya, bahan itu bisa digunakan.
"Jika itu adalah tenunan yang lebih padat dengan bahan yang lebih tebal dan tidak terlalu banyak cahaya menembus, artinya bahan itu bisa kita gunakan sebagai masker." Saran ini diungkapkan Segal seperti dikutip dari NY Times.
Jika memungkinkan, Segal menyarankan agar menggunakan kain katun quilting.
Sebab, quilting cenderung memiliki kualitas yang lebih baik dan serat yang rapat.
Saran ini juga didasari sebuah studi yang dilakukan di Wake Forest Institute for Regenerative Medicine.
Berdasarkan studi tersebut, masker kain buatan rumahan mempunyai kemampuan menyaring cukup baik, dalam pengujian tingkat penyaringannya mencapai 70-79%.
Jika ingin membuatnya sendiri, disarankan untuk menggunakan dua lapis katun quilting berkualitas yang dilapis kembali pada bagian dalam dengan flanel atau lapisan katun lainnya.
Nyesek, Abidzar Ternyata Sempat Jedotin Kepalanya ke Tembok Usai Tahu Uje Meninggal, Umi Pipik: Dia Nyalahin Dirinya
Source | : | |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Nurul Nareswari |