Tubuh kita bergantung pada isyarat fisik, sosial, dan lingkungan seperti dari sinar matahari untuk mengatur ritme sirkadian.
Isyarat tersebut tanpa disadari membentuk rutinitas sehari-hari, seperti makan, tidur, liburan, sampai ibadah mingguan untuk menandai suatu hari.
Bagi orang yang tinggal di rumah selama beberapa bulan atau berubahnya pola kehidupan setelah pandemi, sejumlah rutinitas harian dan mingguan jadi hilang.
Akibatnya, batas untuk menandai suatu hari yang sebelumnya jelas menjadi kabur.
"Banyak rutinitas yang hilang. Misalkan akhir pekan dulu jadi sesuatu yang istimewa, sekarang jadi sama saja," jelas Profesor Epel.
Lebih lanjut dia menjelaskan, hari-hari di masa pandemi jamak dilakukan untuk menuntaskan pekerjaan rumah dan pekerjaan kantor.
Akhir pekan yang dulu diisi dengan agenda menonton pertandingan olahraga, konser musik, atau film kini tak lagi leluasa.
Hilangnya rutinitas pengusir penat tersebut juga dapat menguras energi mental.
"Kalau kita bisa leluasa mengisi waktu senggang dengan rutinitas yang menyenangkan, isi kepala tidak melulu stres memikirkan situasi pandemi," kata Lynn Bufka dari American Psychological Association.
Alasan lain kenapa banyak orang lupa hari di kala pandemi Covid-19 adalah beban pekerjaan dan pikiran makin banyak.
Source | : | Kompas.com,Tribun Style,Covid19.go.id |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Nesiana |