Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Semua orangtua pasti mengharapkan kondisi sehat dan sempurna bagi buah hatinya.
Segala kasih sayang dicurahkan untuk anak tercinta.
Namun, bagaimana jika terjadi sebaliknya?
Kondisi anak yang sangat membutuhkan perawatan dan kasih sayang, justru ditelantarkan sang ibunda.
Adalah Ni Kadek Ayu Padmini Suari, balita berusia 1,5 tahun yang menderita jantung bocor sejak lahir.
Wakil Bupati Klungkung, I Made Kasta mengatakan, dia sudah memerintahkan dinas terkait untuk menangani Kadek Ayu.
"Saya sudah tugaskan dinas terkait untuk segera menindaklanjuti langkah-langkah ke depan, baik itu bantuan sosial maupun penanganan kesehatannya. Upaya ini dilakukan agar Kadek Ayu segera bisa pulih dari sakitnya," ujar Made seperti dikutip Grid.ID dari Kompas.com.
Nasib kurang baik memang dialami Kadek Ayu.
Pasalnya, kini Kadek Ayu dirawat oleh neneknya yang bernama Ni Kadek Sri Asih (60) asal Banjar Ayung.
Mereka tinggal di lingkungan Kelurahan Semarapura Kelod, Klungkung, Bali.
Sri Asih menuturkan, ayah cucunya mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ Bangli.
Sementara ibu Ni Kadek Ayu meninggalkan buah hatinya sejak berusia 7 bulan.
Baca Juga: Optimis Sembuh, Jessica Iskandar: Aku Takut Enggak Bisa Bangun dari Tempat Tidur!
Penyakit Jantung Bocor
Jantung bolong atau jantung bocor termasuk salah satu Penyakit Jantung Bawaan atau PJB, yang umumnya terjadi pada bayi sejak dalam kandungan.
Perlu kontrol kehamilan yang rutin dan baik jika tak ingin kelainan ini tidak terdiagnosa sebelum bayi dilahirkan.
Lalu, apa saja jenis PJB yang terjadi pada anak?
Apa saja cara pencegahannya?
Dilansir Grid.ID dari Intisari, setiap jenis PJB memiliki penanganan yang berbeda satu sama lain, bergantung pada klasifikasi (sianotik atau non sianotik), kelainan struktur, dan keparahan defek jantung.
Dampak kematian dan morbiditas yang menganggu maka perlu memahami lebih jauh mengenai tanda-tanda penyakit ini, sehingga dapat melakukan deteksi dini terhadap penyakit jantung bawaan pada anak-anak.
PJB adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang ditemukan sejak bayi dilahirkan.
Kelainan ini terjadi pada saat janin berkembang dalam kandungan.
Baca Juga: Pengajuan Rehabilitasi Dikabulkan, Proses Hukum Catherine Wilson Tetap Berjalan
PJB yang paling banyak ditemukan adalah kelainan pada septum bilik jantung atau dikenal dengan sebutan ventricular septal defect (VSD) dan diikuti oleh kelainan pada septum serambi jantung atau lebih dikenal dengan nama Atrial Septal Defect (ASD).
Masyarakat awam sering melihat kedua kelainan jantung ini dikenal dengan sebutan jantung bocor.
Jenis kelainan struktur lainnya dapat berupa patent ductus arteriosus, transposition of great arteries, dan kelainan katup jantung.
Seringkali PJB juga timbul dalam bentuk gabungan beberapa kelainan, seperti yang terjadi pada tetralogi fallot, yang mencakup 4 kelainan pada jantung.
Di antara berbagai kelainan bawaan yang ada, PJB merupakan kelainan yang paling sering ditemukan.
Prevalensi PJB di Indonesia sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi dalam kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian.
Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB.
Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa setiap tahun sedikitnya 35.000 bayi menderita kelainan ini dan 90% di antaranya dapat meninggal bila di tahun pertama kehidupan bayi tidak dilakukan perawatan yang adekuat.
Menurut Children Heart Foundation, pada setiap tahun sebanyak 1.000.000 bayi di seluruh dunia lahir dengan penyakit jantung bawaan.
Sekitar 100.000 di antaranya tidak akan dapat melewati tahun pertama kehidupannya, dan ribuan bayi lainnya akan meninggal sebelum mencapai usia dewasa.
Keadaan ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat awam, sehingga angka kematian anak-anak yang disebabkan oleh penyakit jantung ini terus meningkat.
Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan ibu berhubungan dengan kejadian PJB tertentu.
Baca Juga: Billy Syahputra Akui Sudah Lunasi Utangnya, Nikita Mirzani: Transfernya ke Mana?
Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB, yaitu PJB sianotik dan PJB asianotik.
1. PJB sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah.
2. PJB asianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya.
Pada PJB sianotik, bayi baru lahir terlihat biru oleh karena terjadi percampuran darah bersih dan darah kotor melalui kelainan pada struktur jantung.
Pada kondisi ini, jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup oksigen yang sangat berbahaya, sehingga harus ditangani secara cepat.
Sebaliknya pada PJB non sianotik tidak ada gejala yang nyata sehingga seringkali tidak disadari dan tidak terdiagnosa baik oleh dokter maupun oleh orangtua.
Gejala yang timbul awalnya berupa lelah menyusui atau menyusui sebentar-sebentar.
Gejala selanjutnya berupa keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
Gejala
PJB seringkali ditemukan pada masa kanak-kanak.
Akan tetapi, tidak semua kelainan jantung bawaan langsung menimbulkan gejala saat lahir.
Beberapa kelainan jantung bawaan sulit untuk dideteksi pada masa kanak-kanak, sehingga kelainan tersebut baru dapat ditemukan saat remaja dan dewasa.
Pada umumnya kelainan jantung bawaan yang berat dapat menimbulkan gejala dalam beberapa bulan pertama setelah lahir, sehingga seringkali dapat terdeteksi pada masa kanak-kanak.
Akan tetapi kelainan jantung bawaan yang ringan seringkali tidak menimbulkan keluhan, sehingga seringkali pula tidak terdeteksi.
Umumnya kelainan jantung bawaan ringan akan terdeteksi saat anak tersebut datang berobat ke dokter.
Penyakit jantung bawaan dapat dibagi menjadi dua. Penyakit jantung bawaan biru dan penyakit jantung bawaan tanpa biru.
Penyakit jantung bawaan biru lebih cepat menimbulkan gejala dan paling mudah dikenali.
Gejala yang paling sering ditemukan adalah bayi menjadi biru saat menangis (bibir, kuku, dan lidah menjadi biru).
Wajah bayi tampak pucat dan biru, ujung kaki dan tangan juga kuku terlihat kebiruan akibat kurangnya aliran darah.
Biru dan sesak ini akan tampak lebih jelas bila bayi menangis atau mengedan saat buang air besar, secara umum fisik tampak lemas, lelah dan malas menyusu,bayi sering demam batuk pilek.
Pada saat menghisap ASI, bayi sering berhenti dan napas tersengal-sengal wajah kebiruan.
Gejala-gejala lainnya antara lain:
· Sulit bernapas
· Nafsu makan rendah
· Bayi sering tersedak atau terbatuk saat menyusu
· Berkeringat berlebih saat makan atau minum susu
· Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
· Berat badan sulit meningkat atau cenderung menurun
· Terlambat berjalan
· Aktivitas anak berkurang
· Anak terlihat lemah
· Anak sering mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya.
Baca Juga: Mengeluh Sulit Dampingi Anak Sekolah dengan Daring, Anji Manji Disemprot Netizen!
Pencegahan
1. Pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan.
Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat dihindari atau dikenali secara dini.
2. Kenali faktor risiko pada ibu hamil
Jangan mengabaikan faktor risiko pada ibu hamil, yaitu penyakit gula.
Kadar gula darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan genetik down sindrom, dan penyakit jantung dalam keluarga.
Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.
3. Pemeriksaan antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin dengan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini sangat tergantung saat dilakukannya USG.
Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih dari 20 minggu.
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal ekokardiografi.
Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.
4. Hindari ibu hamil dari risiko TORCH
Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko terkena infeksi virus TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan Herpes).
Skrining sebelum merencanakan kehamilan.
Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH, yang merupakan hal rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena pertimbangan finansial.
Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.
5. Batasi konsumsi obat tertentu
Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya.
Baca Juga: Miliki Segudang Manfaat, 3 Jenis Buah-buahan Ini Baik untuk Kesehatan Hati dan Ginjal
Penggunaan obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu maupun janinnya.
Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil seharusnya digunakan jika terdapat indikasi yang jelas.
Prinsip utama pengobatan wanita hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil.
Biasanya terdapat berbagai macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi keamanan obat bagi ibu dan janinnya
6. Hindari paparan sinar X
Ibu hami perlu menghindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan.
7. Jauhi paparan asap rokok
Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota keluarga di sekitarnya.
Baca Juga: Bingung Nggak sih, Makan Sedikit dan Jarang Ngemil tapi Cepat Gemuk? Begini Penjelasan Ahli
8. Jauhi polusi asap kendaraan
Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap zat-zat racun dari karbondioksida.
(*)
Talitha Curtis Bongkar Kelakuan Ibu Angkat, Pernah Sodorin Dirinya ke Om-om di Usia 13 Tahun Demi Hal Ini
Source | : | Kompas.com,intisari |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Ayu Wulansari K |