"Dia bilang tak sanggup. Mulai dari makanan tidak layak seperti bangkai ayam yang digoreng, obat-obatan tidak memadai, jam kerja siang malam, hingga hampir tidak ada waktu untuk istirahat," sebut Ingrid.
Ingrid menjelaskan, suaminya berangkat bekerja di kapal China pada April 2018 lalu.
Baca Juga: Jadi ABK Kapal Cina, Pria Asal Tegal Berakhir Meninggal Hingga Mayatnya Disimpan di Kulkas
Saat itu, suaminya menandatangani kontrak kerja dua tahun dengan agen penyalur PT Puncak Jaya Samudra asal Pemalang dengan gaji 300 dolar Amerika Serikat (AS) per bulan.
"Kalau dari PT Puncak meski sebelumnya terkesan tidak transparan, sekarang sudah proaktif mau berkomunikasi meski awalnya tidak mau jujur apa yang terjadi saat ditanya," kata Ingrid.
Menurut Ingrid, jika sesuai kontrak, suaminya kembali ke Tanah Air pada April 2020.
Namun baru berjalan setahun, suaminya tak sanggup meneruskan karena merasa tak diperlakukan secara manusiawi.
Suaminya bahkan harus beberapa kali dipindah satu kapal ke kapal lainnya.
"Saya masih ingat, awalnya, suami bekerja di Kapal Fu Yuan Yu 060, kemudian dipindah bekerja ke Kapal Hanrong 361. Kalau tidak salah sampai tiga kapal," kata Ingrid.
Ingrid mengatakan, menjadi ABK, baru pertama kali dijalani suaminya.
Sebelumnya, sang suami bekerja di sebuah pabrik di Tegal. Karena desakan ekonomi, suaminya harus menjadi ABK setelah mendapat informasi lowongan kerja di media sosial.
Menurut Ingrid, sebelumnya, ia sempat mendapat kabar suaminya pindah ke kapal lain pada Februari 2020.