Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Marah merupakan suatu perilaku yang sering menjengkelkan.
Bukan hanya untuk orang lain, tetapi bagi kamu yang merasakannya juga tak nyaman.
Memang, marah adalah emosi yang normal.
Baca Juga: Mengenal Nomophobia, Kecemasan Ketika Tak Memegang Ponsel, Ahli: Paling Parah Terjadi Pada Pelajar
Akan tetapi, ada juga emosi yang tidak normal loh.
Jika kita sering merasakannya, gampang tersinggung dan seolah ingin membentak orang di sekitar kita, walau tidak tahu apa penyebabnya, itu merupakan sesuatu yang tidak normal.
Dilansir Grid.ID dari Kompas.com, ada banyak pemicu amarah.
Salah satu penjelasannya adalah kita memiliki batasan yang lemah.
Kita mengatakan "iya" ketika sebenarnya ingin menolak, kita melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak nyaman demi orang lain, kita sangat lelah dan merasa kosong.
Psikolog, Julie de Azevedo Hanks mengatakan, banyak orang tidak menyadari mengapa dirinya gampang marah.
“Kita merasa orang memanfaatkan kita dan tak sadar sebenarnya kita juga ambil bagian mengapa hal itu terjadi,” kata Hanks.
Kurang tidur dan tenggelam dalam daftar pekerjaan yang panjang juga bisa membuat kemampuan kita menghadapi masalah berkurang.
Kita pun berubah jadi pemarah.
Baca Juga: Katakan ‘Good Bye’ Pada Selangkangan Hitam, Cuma Pakai 7 Bahan Alami Ini Dijamin Cerah dan Mulus
Pemicu marah lain yang jarang disadari adalah depresi.
Selama ini orang mengira depresi hanya berarti sedih dan menangis berkepanjangan.
“Meningkatnya emosi marah sebenarnya juga salah satu gejala,” katanya.
Psikoterapis, Rebecca Wong melihat banyak individu dan pasangan yang merasa marah karena masalah dalam hubungan.
Mereka marah kepada suami atau istri, anak, orangtua, teman, atau rekan kerja.
“Rasa marah juga bisa timbul karena merasa tidak dilihat atau diperhitungkan,” kata Wong.
Baca Juga: Catat! Dokter Ini Bongkar 3 Jenis Makanan Wajib untuk Bumil, Jangan Keliru Lagi
Kita mungkin berharap sahabat mendukung, tetapi ia tidak melakukannya.
Kita berharap pasangan ikut membantu dalam pekerjaan rumah, tetapi ia seolah selalu sibuk dan tidak mengerti.
“Bila tombol itu terus-terusan ditekan, emosinya akan berbalik menjadi amarah tanpa tahu penyebabnya,” katanya.
Contoh kasus: Cindy (bukan nama sebenarnya) adalah wanita berusia 30-an tahun yang terlihat ceria dan positif, tetapi juga lelah.
Cindy adalah orang yang senang membantu dan memiliki empati kepada orang lain (kecuali untuk dirinya).
Ia memiliki dua anak berkebutuhan khusus.
Suaminya jarang membantu Cindy dan jarang berinteraksi dengan kedua anaknya karena sibuk kerja.
Cindy juga bekerja keras untuk membuat semua orang senang.
Ketika Cindy merenungkan perasaan dan pikirannya, ia menyadari bahwa ia merasa marah karena melakukan parenting sendirian.
Ia juga menyadari dasar dari kemarahannya adalah perasaan kesepian.
Ia merasa tidak didukung.
Psikoterapi, Michelle Farris mengatakan, seperti Cindy, banyak orang yang tidak menyadari perasaan dan pikirannya sendiri.
“Kebanyakan orang tidak menavigasi perasaan sendiri. Apalagi, lingkungan mendorong kita untuk menghindari konflik, selalu bersikap baik dan berkata ‘iya’ walau sebenarnya tidak mau. Kita bergumul dengan rasa marah karena merasa tabu untuk menunjukkan emosi,” kata Farris.
Lantas, bagaimana mencegah dan mengelola amarah?
Mengutip laman Healthline, cara mencegah dan mengelola amarah yang terpendam dapat membantu mengembangkan strategi baru untuk menghadapi frustrasi, sakit hati.
Baca Juga: Ini 12 Hal yang Ada di Pikiran Pria Saat Bercinta, Salah Satunya Tatapan Mata!
Ada berbagai cara untuk mempelajari bagaimana kamu dapat mencegah jenis amarah ini menumpuk dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut beberapa strategi yang dapat kamu lakukan sendiri:
Terkadang perubahan lingkungan sudah cukup untuk membantu mencegah perasaan marah.
Dengan menciptakan jarak fisik antara kamu dan orang atau situasi yang memicu kemarahan, kamu bisa mendapatkan ruang yang dibutuhkan untuk menenangkan diri dan melangkah maju.
Aktivitas fisik adalah strategi yang sangat baik untuk mengatasi amarah.
Baik saat kamu berjalan kaki di trotoar dalam lari lima mil, bersepeda melintasi hutan, beraktivitas di gym, atau menggerakkan tubuh.
Hal itu dapat bantu mengurangi tekanan, mengurangi stres, dan menghilangkan ketegangan ekstra yang kamu hadapi.
Saat menghadapi amarah, psikolog sering menggunakan metode yang disebut restrukturisasi kognitif yang mendorong kamu untuk mengganti pikiran negatif dengan pikiran yang lebih masuk akal.
Jika kamu bisa melatih diri sendiri untuk memperlambat dan melatih pernapasan dalam, kemungkinan besar kamu akan melepaskan sebagian amarah yang dialami.
Salah satu hal untuk mempelajari cara mengelola amarah dengan cara yang sehat adalah melakukan hal kreatif.
Kamu bisa bermain musik, melukis, menari, atau menulis.
Hal itu bisa menjadi cara yang hebat untuk mengekspresikan emosi.
(*)
Cantiknya Mendiang Kakak Ivan Gunawan, Sempat Derita Penyakit Mematikan ini, Parasnya Mirip Sang Desainer?
Source | : | Healthline,KOMPAS.com |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Okki Margaretha |