Dengan frekuensi yang dilakukan terlalu sering, maka dapat dimungkinkan kecanduan berdampak mengganggu kegiatan penting lainnya, seperti pekerjaan di kantor atau kegiatan di sekolah.
Dalam konteks itu, mereka yang kecanduan media sosial dapat dianggap sebagai seseorang dengan paksaan untuk menggunakan media sosial secara berlebihan atau secara terus-menerus memeriksa pembaruan status di media sosial.
Para peneliti di Universitas Chicago menyimpulkan, kecanduan media sosial bisa lebih kuat daripada kecanduan rokok dan kecanduan minuman keras.
Baca Juga: Debut Reza Rahadian Sebagai Sutradara, Ruth Marini: Dia Punya Kepekaan yang Gue Acungi Jempol!
Kesimpulan tersebut diperoleh setelah mereka melakukan eksperimen yang mencatat kadar ketagihan dari ratusan orang selama beberapa minggu.
Dari eksperimen tersebut, ditarik kesimpulan bahwa kecanduan media sosial menduduki peringkat teratas daripada kecanduan rokok dan alkohol.
Sementara itu, peneliti di Universitas Harvard menghubungkan orang-orang dengan mesin MRI fungsional untuk memindai otak para pecandu media sosial dan melihat apa yang terjadi saat mereka berbicara tentang diri mereka sendiri.
Baca Juga: Hadir di Gala Premier Miniseri Garapannya, Reza Rahadian Nyeker dan Pakai Celana Rumahan
Tindakan ini merupakan bagian terpenting dari apa yang dilakukan orang di media sosial.
Hasilnya, para peneliti ini menemukan bahwa komunikasi pengungkapan diri dapat merangsang pusat kesenangan otak, seperti halnya seks dan makanan.
Sejumlah dokter juga mengamati gejala kecemasan, depresi, dan beberapa gangguan psikologis pada seseorang yang menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial.
Baca Juga: Puji Sosok Nadin Amizah, Reza Rahadian: Saya Beruntung Bisa Bertemu Dia
Namun, hanya sedikit bukti yang mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial atau internet yang menyebabkan gejala tersebut.
Beberapa orang menganggap, penggunaan media sosial secara berlebih hanyalah bentuk terbaru dari gangguan kecanduan internet.
Hal ini berawal dari sebuah fenomena yang pertama kali ditulis seseorang pada 1990-an, ketika penggunaan internet yang berlebih dapat mengganggu kinerja seseorang di tempat kerja, di sekolah, bahkan dalam hubungan keluarga.
Masih belum ada kesepakatan bahwa penggunaan berlebih dari layanan internet atau media sosial bersifat patologis atau dianggap sebagai gangguan medis.
(*)
Source | : | Kompas.com,YouTube |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Okki Margaretha |