Wartawan mulai datang ke rumah dan akhirnya saya tampil di media dan dicemooh. Setelah itu saya ditangkap di hotel di mana saya dituduh lagi mencoba untuk kabur, padahal waktu itu kami hanya mencari ketenangan dan kenyamanan yang tidak bisa didapatkan di rumah lagi.
Untuk keluar membeli makan saja sulit. Mulai hari penangkapan, tekanan dari polisi semakin terlihat. Mereka terus-menerus menyuruh saya untuk mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata.
Yang Mulia, tidak perduli seberapa berat, sedih, tertekan dan hancur, apapun dan siapapun tidak akan bisa membuat saya mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan dan tidak mungkin akan saya lakukan.
Saya ditempatkan di satu sel yang ukurannya tidak lebih 1,5 x 2,5 meter. Saya diperingatkan kalau tahanan lain akan melakukan hal yang tidak baik terhadap saya, tidak ada satu barang pun yang saya miliki dan tidak boleh dikunjungi keluarga sampai lima hari ke depan.
Satu satunya benda yang ada di sana adalah sepotong pakaian kotor di lantai. Sewaktu saya berbaring di sana, saya menangis dan bertanya apakah yang sudah saya lakukan sehingga saya diperlakukan seperti ini.
Saya mencoba mencari orang lain karena saya sangat takut berada di sana. Saya tidak berani membayangkan bagaimana perasaan orang tua saya. Lalu saya coba mengintip dari satu-satunya celah untuk berkomunikasi, yaitu lubang kecil di pintu besi, tapi tidak ada seorang pun di sana.
Pada malam berikutnya direktur pimpinan umum yang menjabat saat itu datang ke sel saya dan mengajak ke satu ruangan.
Dengan disaksikan penjaga dari luar ruangan dia mulai berbicara dengan bahasa Inggris bahwa dia merendahkan harga dirinya untuk datang ke tahanan.
Lalu dia meminta saya mengakui tuduhan yang diberikan kepada saya dengan dalih kalau sudah memeriksa rekaman CCTV.
Pada intinya dia mau mengatakan kalau saya mau mengakui maka saya akan divonis tujuh tahun bukan hukuman mati atau seumur hidup.
Lalu saya kembali ke sel. Di sana saya berharap untuk bangun dari mimpi buruk ini dan berpikir kenapa mereka sangat yakin kalau saya menaruh racun di kopi tersebut. Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud semua ini.
Gelar Acara Diskusi Bareng Ridwan Kamil, Raffi Ahmad Tegaskan Tak Berkaitan dengan Politik: Ini Bukan Kampanye!
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Puput Akad Ningtyas Pratiwi |