Pasal 219 RKUHP
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal tersebut menuai pro dan kontra karena dianggap dapat membatasi kebebasan berpendapat.
Menanggapi hal itu, Menkumham Yasonna Laoly menenegaskan pasal itu justru harus dimasukkan dalam RKUHP, agar kebebasan berpendapat tidak kebablasan.
Yasonna juga memastikan, pasal tersebut tidak akan mengurangi hak masyarakat untuk mengkritik kebijakan Presiden dan pemerintah.
Namun menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Presiden tetap saja adalah lembaga negara yang perlu kritikan dari publik.
Baca Juga: Konflik Makin Panas! Denise Chariesta Minta Pihak Stasiun Televisi Boikot Dewi Perssik
Sementara itu, pasal penghinaan Presiden sebenarnya pernah dibatalkan mahkamah konstitusi.
Mengutip Kompas.TV, MK menilai beberapa pasal bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan manipulasi.
2. Ancaman Denda Rp 10 Juta Bagi yang Doyan Ngeprank
Bagi warga Indonesia yang doyan ngeprank kini harus berhati-hati.
Pasalnya ada ancaman pidana bagi pelaku prank sebagaimana tertuang dalam Pasal 335 RUU KUHP:
"Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II," bunyi pasal dalam draf RUU KUHP yang dilihat Tribunnews.com, Sabtu (5/6/2021).
3 Bulan Nunggak SPP, Siswa SD Duduk di Lantai Jadi Tontonan Teman Sekelas, Pagi sampai Siang Tak Boleh Duduk di Bangku
Source | : | tribunnews,Kompas.tv |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Mia Della Vita |