Laporan Wartawan Grid.ID, Novia tri Astuti
Grid.ID - Masih ingat dengan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara?
Ya, terpidana koruptor yang tega menggerogoti bantuan sosial (bansos) covid-19 di tengah musibah pandemi tahun 2020 lalu.
Lama tak tersiar kabar, baru-baru ini putusan hukum Juliari Batubara dikabarkan telah disunat atau dipangkas.
Jika sebelumnya Juliari Batu Bara telah mendapat hukuman penjara seumur hidup, kini sang koruptor hanya dihukum11 tahun penjara.
Sontak saja, tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap Bekas Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menjadi sorotan publik.
Bukan tanpa sebab, hal ini dikarenakan tuntunan 11 tahun untuk Juliari dinilai terlalu ringan dan tak sebanding dengan kesalahannya.
Menuai pro dan kontra, pemangkasan hukum Juliari batubara turut disorot oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
"Saya melihat kejahatan korupsi yang dilakukan, berupa bansos ya, apalagi ada relasinya di tengah masa pandemi, tentu 11 tahun agak jauh dari hukuman minimal."
"Setidak-tidaknya ancaman hukuman seumur hidup harusnya jadi pilihan dari aparat penegak hukum terutama JPU," kata Feri saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (29/7/2021) lalu.
Jika mengingat kilas balik sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri padahal sempat mengucapkan bahwa pelaku korupsi bansos covid-19 bisa terancam hukuman mati.
Hal tersebut juga di buktikan dengan pelanggaran Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dikutip dari Tribunews.com, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan hal ini saat ditemui di Gedung Penunjang KPK, Jakarta pada Minggu (6/12/2020) lalu.
"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU 31 tahun 99 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain."
"Atau melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," kata Firli, dikutip dari Tribunnews.
Kembali ditambahkan dari Kompas.com, Pengacara Juliari, Maqdir Ismail, turut menilai wacana tuntutan hukuman mati yang ramai diperbincangkan terlalu berlebihan.
Menurutnya, tidak ada keadaan yang dapat digunakan untuk menghukum atau menuntut Jualiari dengan tuntutan hukuman mati.
“Apa yang dikemukan oleh Pak Wamen ini adalah bentuk dari sikap yang dalam kepustakaan biasa disebut sebagai ‘overcriminalization’,” kata Maqdir kepada Kompas.com, Kamis (18/2/2021).
Maqdir juga menyebut, kecenderungan untuk melakukan overcriminalization sudah dikecam oleh para ahli hukum sejak lama.
Kata Maqdir, adanya overcriminalization ini, orang akan dihukum tidak sesuai dengan kesalahannya.
“Overcriminalization ini adalah bentuk nyata dari pelanggaran hak asasi atas nama penegakan hukum,” ujar Maqdir.
(*)
Source | : | tribunnews,KOMPAS.com |
Penulis | : | Novia |
Editor | : | Nurul Nareswari |