Kabar ini sempat menjadi pembicaraan hangat pada Februari 2018 silam.
Saat itu NASA berharap bisa memanfaatkan gunung berapi yang meletus di pulau itu—ya benar, Gunung Agung—untuk mempelajari efek lebih lanjut.
Para peneliti itu berharap, dengan melacak letusan Gunung Agung, mereka bisa tahu lebih banyak tentang bagaimana bahan kimia yang dilepaskan ke atmosfer bisa digunakan untuk melawan perubahan iklim.
Setelah Gunung Agung bangun dari tidur dan kemudian meletus pada akhir November tahun lalu, secara konsisten gunung itu menuangkan uap dan gas ke atmosfer.
Fenomena ini cukup khas meskipun beberapa gunung berapi begitu kuat sehingga bisa menyebabkan apa yang dikenal dengan “musim dingin vulkanik”.
Baca Juga: NASA : Letusan Gunung Agung Berkah Bagi Kelangsungan Hidup Umat Manusia di Bumi
Letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah yang tercatat terjadi di Gunung Tambora pada 1815.
Letusan ini menyebabkan “Tahun Tanpa Musim Panas”, menyebabkan turunnya salju di Albany, New York, pada Juni setahun berikutnya.
Letusan ini juga menghancurkan tanaman pangan, membuat orang-orang kelaparan, dan rupanya mengilhami Mary Shelley untuk menulis Frankenstein.
Bagi para peneliti, Gunung Agung bisa menjadi kesempatan mereka untuk mengetahui bagaimana gunung berapi mempengaruhi iklim seperti Gunung Tambora.
Penelitian ke Gunung Agung dimulai dengan penerbangan sepuluh jam ketika sebuah gunung berapi di Filipina meletus pada 1991.
Viral, Pembeli Curhat Disuruh Bayar Biaya Pakai Sendok dan Garpu Saat Makan di Warung Mie Ayam, Nota Ini Jadi Buktinya
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |