"Kasihan ibu saya. Stigma sebagai keluarga PKI membuat ia tertekan. Ibu meninggal pada tahun 1997. Sampai hari ini, sering ada yang melempari rumah menggunakan batu. Saya kepikiran untuk menjual rumah ini, dan pindah ke mana gitu. Capek dicap sebagai keluarga PKI," ujarnya saat ditemui KOMPAS.com pada 2014 lalu.
Dirinya juga mengaku sudah berkali-kali di-PHK karena statusnya sebagai anak pengarang lagu Genjer-genjer.
Bahkan, dirinya sempat ingin pindah negara karena tekanan yang ia rasakan selama ini.
"Saya bekerja ke sana kemari, selalu saja diberhentikan. Saya sampai stres. Akhirnya sempat jualan, tetapi ya sama saja. Sempat terpikir saya pindah negara agar tidak mengalami tekanan seperti ini," lanjutnya.
Sedangkan, istri dan anak-anaknya tinggal terpisah dengannya.
Sejarah lagu itu pun tak ayal juga ikut mempengaruhi kehidupan keluarganya.
"Mereka tinggal di sana. Kasihan jika tinggal di Banyuwangi, mereka tertekan karena dicap PKI. Kalau bisa, mereka tidak perlu mengaku sebagai anak saya. Sekarang mereka sudah bekerja," sambung Syamsi.
(*)
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Penulis | : | Mahdiyah |
Editor | : | Nurul Nareswari |