Laporan Wartawan Grid.ID, Rissa Indrasty
Grid.ID - Aksi wanita diduga Siskaeee membuat publik geleng-geleng kepala.
Pasalnya, Siskaeee lagi-lagi membuat konten video mesum di tempat umum.
Kali ini, wanita diduga Siskaeee ini membuat video mesum di bandara Yogyakarta.
Dimana Siskaeee memperlihatkan bagian sensitifnya dan memainkan alat kelaminnya.
Akibat aksinya yang meresahkan tersebut, akhirnya pihak kepolisian memburu dan menangkap Siskaeee.
Dikutip Grid.ID melalui Kompas.com, Selasa (7/12/2021), setelah dilakukan serankaian pemeriksaan, polisi akhirnya menetapkan S sebagai tersangka.
"Status S saat ini sudah menjadi tersangka," ujarnya.
Dari hasil pemerikaan yang dilakukan polisi, S mengaku perbuatannya tidak hanya dilakukan di Bandara YIA tapi juga di beberapa lokasi di Yogyakarta.
"Menurut pengakuan S ada beberapa lokasi di Yogya yang dijadikan tempat tersangka S untuk melakukan aksinya selain yang di Bandara YIA," ungkapnya.
Aksi Siskaeee yang menunjukkan organ intimnya dikhalayak umum ini dikenal dengan eksibisionis.
Eksibisionis adalah kondisi di mana seseorang memiliki dorongan, fantasi dan tindakan untuk memperlihatkan alat kelaminnya pada orang asing tanpa persetujuan orang tersebut.
Penyimpangan ini seringkali meresahkan masyarakat.
Eksibisionis berasal dari kata eksibisionisme, yaitu kondisi yang ditandai oleh dorongan, fantasi, dan tindakan untuk memperlihatkan alat kelamin kepada orang asing tanpa persetujuan orang tersebut.
Pelaku eksibisionis memiliki keinginan yang kuat untuk diperhatikan oleh orang lain ketika melakukan aktivitas seksual.
Celakanya, hal ini bahkan bisa membuat mereka semakin bergairah secara seksual.
Kondisi ini termasuk ke dalam gangguan paraphilia atau penyimpangan seksual.
Orang eksibisionis merasa senang untuk mengejutkan korbannya.
Namun, eksibisionis umumnya hanya terbatas pada memperlihatkan alat kelamin saja.
Kontak seksual secara langsung dengan korban jarang terjadi, tapi pelakunya bisa bermasturbasi sambil mengekspos dirinya sendiri dan memiliki kepuasan seksual terhadap perilakunya tersebut.
Timbulnya eksibisionis biasanya dimulai pada masa remaja.
Dilansir dari MSD Manuals, sebagian besar pelaku secara mengejutkan sebetulnya sudah menikah, namun pernikahannya seringkali bermasalah.
Pelaku kerap menunjukkan alat kelamin pada anak-anak pra-remaja, dewasa, ataupun keduanya
Penyebab Penyimpangan Seksual
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab seseorang mengalami kelainan eksibisionis.
Faktor tersebut meliputi gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan kecenderungan pedofilia.
Selain itu, faktor-faktor lain yang mungkin terkait, yaitu mengalami pelecehan seksual dan emosional pada masa kanak-kanak, atau kesenangan seksual di masa kecil.
Sebagian pelaku juga memiliki penyimpangan seksual lainnya
Seseorang mungkin saja mengalami eksibisionis jika memenuhi kriteria berikut:
Prevalensi eksibisionis tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan terjadi pada sekitar 2-4 persen populasi pria.
Akan tetapi, perilaku ini dapat berkurang seiring bertambahnya usia. Sementara pada wanita, kondisi ini jarang terjadi.
Sebagian besar orang dengan gangguan eksibisionis tidak mencari dan tidak mendapatkan perawatan hingga mereka ditangkap oleh pihak yang berwenang.
Jika ada yang memiliki kelainan eksibisionis atau menunjukkan tanda-tandanya, maka perawatan dini sangatlah diperlukan.
Perawatan umumnya melibatkan:
Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif efektif dalam mengobati gangguan eksibisionis.
Terapi tersebut dapat membantu individu mengidentifikasi pemicu yang menyebabkan dorongan eksibisionis, dan mengelola dorongan tersebut dengan cara yang lebih sehat sehingga tidak lagi menunjukkan alat kelaminnya pada orang lain.
Pendekatan psikoterapi lain yang mungkin dilakukan, yaitu pelatihan relaksasi, pelatihan empati, strategi coping (mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah), dan restrukturisasi kognitif (mengidentifikasi dan mengubah pikiran yang mengarah pada eksibisionis).
Selain psikoterapi, obat-obatan juga dapat digunakan untuk membantu mengobati eksibisionis.
Obat-obatan tersebut bisa menghambat hormon seksual yang mengakibatkan penurunan hasrat seksual.
Obat-obatan ini dapat berupa leuprolide dan medroxyprogesterone asetat.
Pelaku eksibisionis harus mendapat persetujuan dari dokter untuk penggunaan obat-obatan tersebut.
Secara berkala, dokter akan melakukan tes darah untuk memantau efek obat pada fungsi hati. Selain itu, dokter juga akan melakukan tes lain untuk mengukur kadar testosteron.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengobati depresi dan gangguan suasana hati lainnya, seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), juga dapat mengurangi hasrat seksual sehingga bisa digunakan oleh dokter untuk mengobati penyimpangan seksual ini.
Di samping psikoterapi dan obat-obatan, pelaku eksibisionis juga akan mendapat support group atau konseling kelompok.
Konseling ini melibatkan orang-orang yang memiliki masalah yang sama, namun bisa juga melibatkan pekerja kesehatan mental.
Kelompok ini bertujuan untuk saling mendukung agar segera lepas dari perilaku menyimpang tersebut.
Konseling kelompok bisa sangat membantu para pelaku untuk segera pulih karena dapat mendorongnya untuk berhenti melakukan kebiasaan buruknya, agar dapat diterima oleh masyarakat jika hidupnya telah normal kembali.
Oleh sebab itu, bagi yang memiliki potensi atau kecenderungan layaknya eksibisionis, segeralah hubungi psikolog untuk mendapatkan bantuan yang tepat. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnewswiki.com |
Penulis | : | Rissa Indrasty |
Editor | : | Okki Margaretha |