Home Body Rupi susun dengan format serupa buku-buku sebelumnya, yakni setiap puisi tampil tanpa judul dan terhimpun dalam beberapa bagian.
Dalam buku ini, bagian-bagian itu dijuduli “Kepala”, “Hati”, “Rehat”, dan “Sadar”.
Baca Juga: Dunia Tak Hanya Sebesar Rumah, Ajari Anak Bertahan Hidup di Alam Liar Melalui ‘Why? Survival Science
Penjudulan bagian-bagian ini tampak runtut dan mengisyaratkan fase-fase perjalanan menemukan diri.
Pada dasarnya kita menghadapi segala kecemasan, gangguan dari dunia luar, dan sebagainya, pertama kali dengan kepala.
Kita memikirkannya: mengapa begini, mengapa begitu.
Kita terus-menerus dipaksa berpikir tanpa henti, yang ternyata toh tidak membawa kita ke mana-mana kecuali ke kondisi yang digambarkan Rupi dengan lugas lewat puisi terdepan di bagian “Kepala”: aku berada di ruang tergelap hidupku.
Pintu keluar dari “ruang gelap” itu adalah kesadaran bahwa emosi kita valid. Itulah hati.
Rupi menulis: kumau kau hapus habis/ semua yang kau tahu soal cinta/ dan mulai dengan satu kata/ kasih/ berikan kepada mereka/ izinkan mereka memberikanmu/ jadilah dua pilar/ setara dalam cinta/ dan imperium pun niscaya kukuh di punggungmu.
Rupi mengajak mempertanyakan kembali pengetahuan kita, dan memberi ruang lebih untuk menyadari kondisi emosional kita.
Kemudian kita perlu istirahat. Kita perlu rehat sejenak.
Baca Juga: Benarkah Seorang Wanita Sering Merasa Insecure?
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Penulis | : | Grid |
Editor | : | Nindya Galuh Aprillia |