Rentetan kekerasan yang terjadi di Nduga seperti berulang di Kiwirok.
Tenaga kesehatan ditendang ke jurang, satu di antaranya meninggal dunia, dua perempuan lainnya ditemukan tak berpakaian, bahkan mengalami luka di alat vital oleh karena senjata yang dipergunakan untuk berperang.
Dan seperti halnya Veronika, pria muda tenaga kesehatan itu mengakui, entah apa jadinya bila Polisi tidak sigap bertindak.
Polda Papua langsung mengevakuasi, membawa korban luka ke rumah sakit untuk mendapat perawatan, dan mengembalikan mereka ke kampung halaman masing-masing buat yang menderita trauma berkepanjangan.
“Seluruh biaya ditanggung Polisi,” katanya.
Sesudahnya? Polisi di kampung halaman mereka masih memantau, memberikan pelayanan yang dibutuhkan, bukan hanya kesehatan fisik tetapi juga mental.
Sedangkan instansi lainnya? Termasuk lembaga yang mempekerjakan mereka? Bertanya kabar pun tidak pernah.
Digambarkan, Kiwirok itu seperti belahan kayu log. Dataran memanjang tidak terlalu luas, di sisi kiri dan kanan, jurang curam semata.
Sepekan sebelum peristiwa kelam, anak-anak dan masyarakat setempat mengiring para tenaga kesehatan, melakukan vaksinasi pada anak-anak.
Mereka mengabdi sepenuh hati, bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga pada mama-mama, dan kaum pria.
Ya… kaum pria yang beberapa di antaranya menyerang dan turut menganiaya tenaga kesehatan itu.
Kalau guru dan tenaga kesehatan disiksa bahkan dibunuh, lalu siapa yang akan memberi obat bila kelak ada yang sakit?
Siapa yang akan mengajari baca tulis? Siapa yang akan memberi teladan cara hidup yang lebih baik supaya terhindar dari penyakit?
“Saya masih akan kembali ke Papua,” ujar pria muda itu.
Masyarakat yang selama ini kami layani, memiliki hati yang baik.
Sebagian dari mereka, melindungi kami supaya tidak semakin dianiaya. (Emmy Kuswandari)
(*)
Untuk mendapatkan buku Duka dari Nduga karya Kristin Samah, terbitan Gramedia Pustaka Utama, Anda bisa berkunjung ke Gramedia.com atau aplikasi Gramedia Digital.
Penulis | : | Grid |
Editor | : | Okki Margaretha |