Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Pada September 2021 lalu, penyanyi Ari Lasso mengumumkan bahwa dirinya divonis mengidap kanker limfoma sel B.
Dalam salah satu tayangan YouTube Deddy Corbuzier, Ari Lasso mengatakan kanker yang bersarang dalam tubuhnya bernama Diffuse Large B-cell Lymphoma (DLBCL).
Mengutip Kompas.com, akibat kondisi tersebut, Ari Lasso harus menjalani kemoterapi untuk kesembuhan.
Diketahui, ternyata dua kakak perempuan sang artis juga penyintas kanker payudara stadium tiga dan empat.
"(Dari keluarga) ada riwayat cancer dari garis ibu. Payudara semua dan survive," kata Ari Lasso.
Sekarang, Ari Lasso sudah menyelesaikan seluruh program kemoterapinya.
Hal tersebut pun dikonfirmasi oleh manajer Ari Lasso, Yunski.
“Alhamdulillah, sudah selesai,” kata Yunski, Senin (7/2/2022).
Yunski juga menjelaskan kalau mantan vokalis band Dewa 19 itu sudah bersih dari sel kanker.
Pada Selasa (8/2/2022), Ari Lasso sempat mengunggah sebuah video di akun Instagram-nya.
Dalam video singkat tersebut, pria kelahiran 17 Januari 1973 itu tampak berjalan di lobi sebuah rumah sakit tanpa kursi roda lagi.
"Kita pulang ya, pertama kali keluar rumah sakit enggak pakai kursi roda," kata Ari Lasso sambil mengacungkan dua jempolnya dan tertawa bahagia.
Laman Mayo Clinic menjelaskan kalau kanker limfoma sel B termasuk ke dalam jenis limfoma non-Hodgkin yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Dalam kasus limfoma non-Hodgkin, sel darah putih yang disebut limfosit tumbuh secara tidak normal dapat membentuk pertumbuhan (tumor) di seluruh tubuh.
Mengenai gejalanya, kanker limfoma non-Hodgkin akan menimbulkan pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan, sakit perut, nyeri dada, batuk, demam, hingga penurunan berat badan.
Meski demikian, penyebab pasti terjadinya limfoma non-Hodgkin masih belum banyak diketahui.
Akan tetapi, kanker ini bisa terjadi saat tubuh ketika terlalu banyak limfosit abnormal, yang merupakan jenis sel darah putih.
Biasanya limfosit menjalani siklus hidup yang dapat diprediksi.
Nah, kalau limfosit lama mati, tubuh akan membuat yang baru untuk menggantikannya.
Pada kasus limfoma non-Hodgkin, limfosit tidak mati dan tubuh terus membuat yang baru, sehingga kelebihan limfosit memadati kelenjar getah bening dan menyebabkan pembengkakan.
Mungkin ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko limfoma non-Hodgkin seperti mengonsumsi obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh, terinfeksi virus atau bakteri tertentu, sering terpapar bahan kimia tertentu, dan usia lanjut.
Studi European Prospective Investigation Into Cancer and Nutrition menjelaskan kalau asupan unggas yang tinggi dikaitkan dengan risiko 22 persen lebih besar untuk limfoma sel B, loh.
Sementara itu, temuan dari 16 studi mengungkapkan bahwa mereka yang mengonsumsi susu paling banyak juga memiliki risiko kanker limfoma non-Hodgkin 41 persen lebih tinggi.
Asupan lemak jenuh dan lemak trans pun secara signifikan meningkatkan risiko kanker limfoma Hodgkin.
Oleh karena itu, penderita kanker limfoma non-Hodgkin atau yang ingin mencegahnya harus lebih banyak mengonsumsi serat dari buah-buahan dan sayuran yang banyak mengandung vitamin A dan C.
(*)
Source | : | Kompas.com,Instagram |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Devi Agustiana |