Laporan Wartawan Grid.ID, Mahdiyah
Grid.ID - Kasus hukum Herry Wirawan, oknum guru yang memperkosa 13 santriwatinya kini memasuki babak baru.
Namun, tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya kini tidak terpenuhi.
Dikutip Grid.ID dari KOMPAS.com pada Selasa (15/2/2022), JPU menuntut Herry Wirawan agar dihukum dengan hukuman mati pada sidang Selasa (11/1/2022) lalu.
Selain itu, ia juga dituntut untuk dihukum kebiri kimia jika hukuman mati tidak dikabulkan.
Tak hanya itu, JPU juga memita agar identitas Herry disebarluaskan.
Hal itu bertujuan untuk memberikan efek jera bagi Herry Wirawan dan para pelaku lain.
"Kami juga menjatuhkan atau meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pengumuman identitas agar disebarkan," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat Asep N Mulyana.
"Dan hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia," lanjutnya.
Tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia ini pun didukung penuh oleh masyarakat luas.
Kendati begitu, hal ini sempat menuai pro dan kontra di berbagai pihak.
Sidang vonis Herry Wirawan pun akhirnya digelar pada Selasa (15/2/2022).
Dikutip Grid.ID dari TribunWow.com pada Selasa (15/2/2022), vonis hukuman pun akhirnya dijatuhkan kepada Herry Wirawan.
Namun, ia tidak mendapatkan hukuman mati seperti yang dituntut oleh JPU sebelumnya.
Ya, Majelis hakim Yohanes Purnomo mengatakan bahwa Herry terbukti bersalah telah memperkosa 13 orang santriwatinya hingga hamil dan melahirkan.
"Terdakwa Herry Wirawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, dengan sengaja melakukan kekerasan, memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya, yang dilakukan pendidik menimbulkan korban lebih dari satu orang beberapa kali," ujarnya saat pembacaan vonis.
Bukan hukuman mati, Herry dijatuhi vonis hukuman penjara seumur hidup.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," lanjutnya.
"Menetapkan terdakwa tetap ditahan," sambung Yohanes.
Herry pun tampak terdiam dan menundukkan wajahnya selama mendengarkan vonis tersebut dibacakan.
Bahkan, sesekali dirinya memejamkan mata mendengar vonis yang harus ia terima.
(*)