“Sekaligus menjadi bukti kegagalan perguruan tinggi dalam memberikan perlindungan dan keamanan mahasiswanya,” ujar Teddy kepada Kompas.com di sela-sela World Mental Health Day di Bandung, Sabtu (12/10/2019).
Teddy mengatakan, sebuah survei dilakukan tahun ini pada mahasiswa semester satu perguruan tinggi di Kota Bandung.
Hasilnya, ditemukan 30,5 persen mahasiswa depresi, 20 persen berpikir serius untuk bunuh diri, dan 6 persen telah mencoba bunuh diri seperti cutting, loncat dari ketinggian, dan gantung diri.
Perilaku bunuh diri, sambung Teddy, merupakan puncak dari berbagai permasalahan yang dihadapi mahasiswa.
Tekanan Akademis hingga Ketidakjelasan Kelulusan
Hal yang umum antara lain tekanan akademis, ketidakjelasan kelulusan, ancaman drop out. Kemudian faktor keuangan dan biaya hidup, hubungan dengan dosen, orangtua, serta muda mudi.
“Kendala lain yang tidak kalah penting adalah belum setiap perguruan tinggi memiliki tim konseling. Kalaupun sudah ada belum dimanfaatkan oleh mahasiswa,” tuturnya.
Hal lain yang mengherankan adalah hingga kini BPJS tidak membiayai penderita bunuh diri karena dianggap penyakit yang dibuat sendiri.
Padahal banyak mahasiswa yang kehidupannya pas-pasan. Jangankan berobat, untuk hidup sehari-hari saja kekurangan.
Layanan Konseling
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini:
https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/
(*)
Anggunnya Aaliyah Massaid saat Maternity Shoot, Berbalut Gaun Panjang Tanpa Umbar Perut Seksi
Source | : | Kompas.com,Grid.ID,Tribun Jabar |
Penulis | : | Rissa Indrasty |
Editor | : | Nesiana |