"Apa yang terjadi saat perkembangan otak di kandungan, misalnya hormon tertentu yang lebih tinggi, infeksi, dan sebagainya ikut berpengaruh pada orientasi seksual seseorang," kata dokter yang banyak meneliti kerja otak ini.
Karena orientasi seksual itu merupakan bakat bawaan atau kecenderungan sejak lahir, menurut dr.Ryu, agak sulit mengubahnya.
"Ada orang yang senangnya asin, manis, atau asem, itu kan kecenderungan, tidak ada yang perlu diubah," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam ilmu kejiwaan modern sejak tahun 1980-an, orientasi seksual yang berbeda-beda ini tak lagi dianggap sebagai kelainan.
"Disebut gangguan itu kalau yang bersangkutan merasa terganggu. Lagi pula yang banyak itu bukan berarti yang normal."
"Misalnya kalau kebanyakan orang hidungnya mancung apakah yang pesek itu tidak normal?"
"Dalam populasi heteroseksual, pasti ada yang menghasilkan keturunan homoseksual, ini hanya soal variasi saja," imbuhnya.
Kembali kepada kecenderungan untuk bercinta dengan binatang, menurut dr.Ryu hal tersebut bisa jadi masalah jika dilakukan di sebuah negara yang memiliki undang-undang perlindungan hewan.
"Kalau ada undang-undangnya maka perilaku itu bisa dianggap kejahatan," katanya.
(*)
Source | : | Kompas.com,Suar.grid.id |
Penulis | : | Rissa Indrasty |
Editor | : | Mia Della Vita |