"Ku ketahui dari CV yang ia berikan padaku, bahwa ia adalah seorang tenaga pengajar profesional pada sebuah universitas swasta di Jakarta.
Dan yang menariknya, ia adalah lulusan dengan predikat cumlaude, dan tentunya dengan banyak sekali prestasi. Terbukti dari banyaknya karya tulis yang telah dibukukan dan dijual banyak di pasaran," ujarnya.
Pria yang baru dikenalnya itu pun langsung bersedia menemui orang tua Eka sebagai tanda keseriusannya.
Dari pertemuan tersebut, orang tua pria meminta proses pernikahan dilangsungkan dengan cepat, yakni lamaran tanggal 6 Maret dan akad di tangal 13 Maret. Sementara acara resepsi di rumah calon suaminya pada 20 Maret.
Mengingat segala biaya pernikahan ditanggung oleh keluarga pria, akhirnya keluarga Eka pun menyetujui.
Namun, pria tersebut meminta dirinya untuk tinggal di Karawang setelah menikah dengan alasan mempersiapkan segala kebutuhan pernikahan.
Akhirnya, ia diputuskan menggelar akad nikah lebih cepat, yakni tanggal 6 Maret untuk menghindari hal buruk.
Kehidupan pernikahan yang sebenarnya pun dimulai. Setelah menikah Eka langsung mengetahui sang suami ternyata mengidap OCD dan tempramental.
"Di tanggal 8 aku mengetahui suatu hal, yakni ternyata suamiku ini OCD, dan bagiku itu bukanlah hal yang aneh dan tidak masalah untukku. Dan aku merasa biasa saja. Terlihat dari pola hidup dia yang harus serba steril, tidak boleh menyentuh barang sembarangan, dll.
Sejak aku tinggal serumah dengannya, ku ketahui dia adalah seorang yang sangat tempramental dan tidak dapat mengatur emosi. Saat sore hari ditanggal 8, sambil mencabuti uban di kepalanya, ku coba sampaikan agar dia menemui seorang psikolog untuk konsultasi, namun dia menolak," ungkapnya.
Tanggal 10 Maret, Eka dan sang suami dinyatakan positif Covid-19 dan sang suami dirawat di rumah sakit karena disertai demam. Selama itu, Eka selalu menyiapkan seluruh kebutuhan sang suami yang harus serba steril.
Larang Ayah Rozak Jadi Calon Wali Kota Depok, Ayu Ting Ting Ngaku Tolak Tawaran Terjun ke Dunia Politik, Ternyata ini Alasannya