"Saya hanya sehari saja, waktu itu disuruh mengumpulkan daun-daunan," kata Sukadi, salah satu warga Padukuhan Ngluweng, saat ditemui di rumahnya, dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com.
Dia memilih meneruskan pekerjaan sebagai petani dibandingkan ikut pembuatan film, apalagi memiliki beberapa hewan ternak yang membutuhkan pakan setiap hari.
"Kalau syuting film repot, selain itu harus mencari pakan ternak," kata dia.
Warga lainnya, Sardiman (63), mengaku menjadi peran figuran di film KKN di Desa Penari selama tiga hari.
"Jadi mikul tomblok (tempat pakan), saya syuting tiga kali dan ternyata capek ikut syuting itu. Tidak banyak percakapan. Saya ikut syuting di tiga tempat. Setiap adegan ada 5-10 menit," kata Sardiman.
Selain ikut peran, dirinya menjadi penjaga malam lokasi pengambilan gambar.
"Saya jaga malam di setiap lokasi syuting jaga alat-alat dapat Rp 2 juta. Saya jaga bersama dua rekan saya, yaitu Antok dan Marsidi, semua masing-masing dapat Rp 2 juta," kata dia.
Ketua RT 2 RW 1 Pedukuhan Ngluweng, Kalurahan Ngleri, Kapanewon Playen, Chasanah membenarkan bahwa wilayahnya menjadi salah satu pengambilan gambar film.
Rumah milik Ngadiyo menjadi salah satu lokasi utama.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul
Pengakuan Pemain Hantu Film KKN Desa Penari, Tak Boleh Kedip hingga Hapus Make Up, Bayaran Pantas?
(*)
Source | : | TribunJatim.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Nisrina Khoirunnisa |