Grid.ID – Akibat pandemi Covid-19, skema bekerja secara hibrida (hybrid working) perlahan menjadi tren baru di kalangan para pekerja. Pasalnya, kapasitas ruang kantor dipangkas oleh perusahaan, dari 100 persen menjadi 50 sampai 75 persen, demi mencegah penularan Covid-19 di lingkungan kerja.
Ancaman keamanan siber dapat dialami pekerja yang tengah bekerja hybrid ketika terhubung dengan akses internet yang tidak aman. Misalnya, ketika mengunduh pekerjaan atau aplikasi menggunakan WiFi publik, peretas bisa menyisipkan malware ke dalam dokumen tanpa disadari oleh pekerja.
Pada beberapa kasus, malware tersebut juga bisa menyamar menjadi e-mail berisi tautan. malware ini dikenal dengan nama ransomware. Apabila diklik, tautan tersebut akan mentransfer malware ke dalam laptop. Lalu, malware tersebut akan menghapus file asli dan menggantinya dengan file yang sudah terkunci.
Baca Juga: Prihatin Terhadap Berita Hilangnya Marshanda, Jessica Iskandar Sampaikan Dukungan
Hal ini juga yang menjadi perhatian pemerintah. Sebab, pada 2020, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melaporkan kejahatan siber di Indonesia meningkat hampir enam kali lipat dari 2019 dengan jumlah kasus lebih dari 495.337.202 anomali. Serangan serupa juga terjadi pada 2021 dengan total 1,65 milliar serangan.
Berbeda dengan malware biasa, ransomware merupakan malware yang hanya dapat ditangani oleh pembuatnya. Agar data yang "tersandera" bisa dibuka kembali, pembuat ransomware umumnya akan meminta sejumlah uang tebusan sebagai imbalan kepada pemilik data.
Serangan ransomware juga banyak terjadi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Mengutip data dari Interpol Cyber Assessment Report 2021, Indonesia berada di peringkat teratas sebagai negara dengan kasus ransomware terbanyak, yakni 1,3 juta kasus.
Dengan banyaknya serangan tersebut, Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2022 tentang Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV). Adapun sektor yang mendapat perlindungan mencakup administrasi pemerintahan, energi dan sumber daya mineral, transportasi, keuangan, kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, pangan, hingga pertahanan.
Uang tebusan tidak menjamin data kembali 100 persen
Ketika data penting terkena ransomware, tidak jarang seseorang rela merogoh kocek dalam-dalam demi mendapatkan kembali data tersebut. Meski begitu membayar uang tebusan tidak menjamin seluruh data akan kembali 100 persen.
Agar anda dapat mengembalikan data dengan cepat jika terkena serangan ransomware ada baiknya untuk melakukan tindakan pencegahan. Misalnya, menggunakan solusi proteksi data dari Pure Storage, SafeMode™ Snapshots.
Sambil Nangis, Riyuka Bunga Mendadak Singgung Kematian Jelang Akhir Tahun 2024, sang Selebgram Banjir Dukungan
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |