Namun, kebanyakan yang terjual adalah kain mori untuk kafan sehingga ia tak mendapatkan keuntungan.
Mulanya ia cukup ragu berwirausaha, karena tak memiliki latar belakang pendidikan di bidang bisnis.
"Kami memang tidak memiliki latar belakang bisnis atau sekolah bisnis.
Saya dan suami sama-sama lulusan SMA dan kami menikah muda. Tapi orang tua kami sama-sama pebisnis sehingga kami belajar dari mereka," kata Sally.
Lima bulan mengalami kerugian, atas saran mertuanya ia kemudian membuat batik dari kain sisa penjualannya.
Sisa modal usaha yang masih ada 12 juta kemudian ia serahkan pada perajin batik kecil di daerah tempat tinggalnya, Trusmi.
Dari sinilah ia kemudian menjualkan batik khas Cirebon yang ia jual ke beberapa kota besar.
Berhasil menjajakan ke toko-toko di kota besar, ia kemudian membuka toko pertama di Jalan Trusmi Kulon No 129 dengan nama batik IBR.
Setelah 2 tahun, toko tersebut ramai dan permintaan pelanggan cukup tinggi, sehingga ia kemudian membuka toko keduanya dengan jarak yang tak terlalu jauh.
Source | : | Grid.ID |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ulfa Lutfia Hidayati |