Kain merah dan putih yang dijahitnya usut punya usut berasal dari seorang perwira Jepang bernama Hitoshi Shimizu, kepala Sendenbu (Departemen Propaganda).
Kemudian di tanggal 17 Agustus 1945 saat proklamasi kemerdekaan, bendera buatan Fatmawati itu pun berkibar di Jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta.
Akan tetapi, perjuangan tak berhenti sampai di situ.
Dikutip dari Kompas.com, Senin (15/8/2022), Belanda justru kembali ingin menguasai Indonesia yang telah mengumumkan kemerdekaan.
Pada 4 Januari 1946, situasi Jakarta sangat genting, Presiden RI Soekarno dan Wakil Presiden RI Mohammad Hatta meninggalkan Jakarta menunju Yogyakarta dengan menggunakan kereta api.
Bendera pusaka turut dibawa dan dimasukkan dalam koper pribadi Soekarno.
Selanjutnya, Ibu Kota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
Namun, Agresi Militer ke-2 yang terjadi pada 19 Desember 1948 ini akhirnya menjatuhkan Yogyakarta ke tangan Belanda.
Presiden Soekarno yang mengetahui bahwa dirinya akan ditawan, kemudian memanggil ajudannya Husein Mutahar untuk diberikan tugas kepadanya, yaitu mengamankan bendera pusaka agar tidak sampai jatuh ke tangan Belanda.
"Dengan ini, aku memberikan tugas kepadamu pribadi, untuk menajaga Bendera kita dengan nyawamu, ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh," kata Soekarno kepada Husein Mutahar seperti yang tertulis dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakjat Indonesia karangan Cindy Adams.
Dalam keadaan genting itu, Husein Mutahar berpikir cepat untuk menemukan cara mengamankan bendera pusaka tersebut, yaitu dengan membuka jahitan bendera memisahkan warna merah dan putih dengan bantuan Ibu Pema Dinata.
Source | : | Kompas.com,Sosok.id |
Penulis | : | Mentari Aprelia |
Editor | : | Ayu Wulansari K |