Sebab, lanjut dia, itu menjadi poin yang bisa ditangkap oleh hakim, dan menilai bahwa Susi masih dalam relasi kuasa.
“Masih tunduk pada majikannya.”
“Makanya dikhawatirkan keterangan-keterangan yang disampaikan sangat memengaruhi dia,” tuturnya.
Jamin mencontohkan, ada kemungkinan Susi sebenarnya mengetahui yang terjadi, tapi karena ia berpikir bahwa kesaksiannya akan memberatkan sang majikan, maka ia menjawab tidak tahu.
“Padahal dia belum tahu, itu memberatkan atau meringankan. Tapi dia takut. Alasan satu-satunya untuk mengamankan dia, dia bilang lupa.”
“Harusnya untuk menggali kebenaran materiel, dia kan harus memberikan apa yang dia lihat, apa yang dia alami, kan harus diungkapkan semuanya,” ucap Jamin.
Jamin juga menuturkan bahwa dalam Pasal 173 KUHP mengatur tentang saksi yang tertekan.
“Jaksa kan sudah bilang ‘Kalau sampai kamu merasa tertekan, merasa terancam jiwamu untuk memberi keterangan ini, biar terdakwanya boleh di luar’, itu ada aturan di KUHAP seperti itu.”
“Tapi tadi hakim tanya, ‘Hei Susi, Kodir, kamu tertekan enggak untuk memberi keterangan ini, berhadapan dengan terdakwa?’ Dia bilang, enggak,” kata Jamin.
Dengan jawaban tersebut, lanjut Jamin, hakim tidak bisa memerintahkan terdakwa untuk keluar, karena saksi merasa dirinya tidak tertekan.
“Tapi dia enggak ngerti.”
“Permasalahannya orang ini enggak ngerti hukum acara, harusnya dia bilang, ‘Kalau untuk saya lebih bebas, ini saya mohon supaya Ibu FS keluar dulu’, nanti setelah keluar baru dia terangkan secara bebas,” urainya.
(*)
Artikel ini telah ditayangkan di Kompas.TV dengan judul 2 Kemungkinan Penyebab Keterangan Susi Berbelit-belit, Salah Satunya Inisiatif
3 Bulan Nunggak SPP, Siswa SD Duduk di Lantai Jadi Tontonan Teman Sekelas, Pagi sampai Siang Tak Boleh Duduk di Bangku
Source | : | Kompas TV |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Silmi |