Grid.ID - Kejaksaan Agung angkat bicara soal tuntutan 12 tahun penjara untuk Bharada E, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Meski sudah menjadi Justice Collaborator, tuntunan hukuman Bharada E masih terbilang berat, bahkan lebih berat dari Putri Candrawathi dkk.
Menyusul pembacaan tuntutan dari jaksa, nama Bharada E atau Richard Eliezer pun menjadi trending di Twitter.
Pantauan Tribunnews, Kamis (19/1/2023), pukul 15.32 WIB, nama Richard Eliezer trending nomor satu di Twitter.
Dengan tagar Richard Eliezer, diramaikan cuitan hingga 13 ribu lebih.
Banyak pihak memberikan komentar dan merasa kecewa dengan tuntutan 12 tahun itu.
Di antaranya komentar datang dari LPSK, Keluarga Brigadir J, kubu kuasa hukum Bharada E hingga para fans Bharada E.
Alasannya selama ini Bharada E sudah dianggap sebagai pembuka terang kasus pembunuhan Brigadir J, dan menjadi justice collaborator (JC).
Ditambah lagi tuntutan Bharada E, yakni 12 tahun lebih tinggi dari Putri Candrawathi yakni 8 tahun.
Komentar Kejagung
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pembunuhan Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E, hukuman 12 tahun penjara.
Baca Juga: Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara oleh JPU, Kesetiaan Kekasih Richard Eliezer Dipertanyakan
Tuntutan untuk Bharada E itu dibacakan JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (18/1/2023).
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan tuntutan tersebut.
LPSK menyebut jaksa dalam perkara ini tidak menghargai rekomendasi pihaknya terkait status justice collaborator (JC) pada Bharada E.
Menanggapi hal tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara.
Pihaknya justru mengaku menghargai LPSK dan peran terdakwa Bharada E dalam membongkar kasus ini.
"Tapi kami hormati LPSK, maka tuntutannya itu lebih ringan dari Ferdy Sambo," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana, Kamis (19/1/2023) dikutip dari youTube KompasTv.
"Kalau mungkin LPSK nggak ada, nggak mungkin 12 tahun. "
"Eliezer kami hargai sebagai orang yang membuka (kasus). Kalau kami tidak melihat itu, mungkin tuntutan hampir mendekati Pak Ferdy Sambo, bisa 20 tahun," lanjutnya.
Menurut Fadil, jaksa penuntut umum juga mempertimbangkan berbagai aspek dalam mengajukan tuntutan kepada Bharada E.
"Maka, kami mempertimbangkan itu, rekomendasi LPSK, dari masyarakat kami menilai, bagaimana perhatian publik, netizen, sehingga kami turunkan dari mendekati Pak Ferdy Sambo."
"Ini pertimbangan jaksa cukup berat, kami mempertimbangkan banyak aspek," tutur Fadil.
Baca Juga: Sidang Tuntutan Richard Eliezer Akan Digelar Pekan Depan
Dalam menentukan tuntutan, kata Fadil, tim JPU melihat peran dari masing-masing terdakwa.
Dalam rangkaian peristiwa pembunuhan Brigadir J, terdakwa Bharada E merupakan eksekutor atau pelaku penembakan.
Sehingga, dianggap pantas dituntut 12 tahun penjara.
Lebih lanjut, Fadil menyatakan, LPSK tidak boleh mengintervensi jaksa yang menuntut dalam perkara ini
"Tuntutan pidana itu wewenang penuh Jaksa Agung, tidak ada lembaga lain yang bisa mempengaruhi tapi kami hormati LPSK."
Meski demikian, Fadil tetap menghormati soal kekecewaan LPSK terkait hasil tuntutan terhadap Bharada E.
Salah satu parameter yang memberatkan Richard, kata Fadil, dikarenakan yang bersangkutan memiliki keberanian untuk melakukan penembakan sehingga dikategorikan menjadi pelaku.
"Richard Eliezer memiliki keberanian dia, maka jaksa menyatakan bahwa Richard Eliezer sebagai dader sebagai pelaku. Pelaku yang menghabisi nyawa korban Yosua Hutabarat," ujarnya kepada wartawan, Kamis (19/1/2023).
"Sehingga ketika kami menetapkan Richard Eliezer 12 tahun itu parameternya jelas. Dia itu sebagai pelaku, sebagai dader," sambungnya.
Meski aksi yang dilakukan Bharada E merupakan perintah dari Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual, namun Bharada E disebut tidak menolak seperti apa yang dilakukan Bripka Ricky Rizal.
Karenanya Fadil menilai, Richard tetap dinilai sebagai eksektor lantaran memiliki keberanian tersebut.
Selain itu, tuntutan tersebut juga dirasa sudah lebih ringan jika dibandingkan dengan Ferdy Sambo yang berperan memberikan perintah.
"Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal yang berada dilokasi itu, dia mengetahui ada rencana pembunuhan. Tapi dia tidak melakukan apa yang menyebabkan pembunuhan itu," jelasnya.
"Tapi ketika Richard Eliezer berani menghabisi nyawa orang lain dengan senjatanya atas perintah Ferdy Sambo, kami menganggap ini adalah suatu keberanian yang menimbulkan kematian bagi orang lain," tegasnya.
Kejaksaan Agung: Richard Eliezer Bukan Penguak Fakta Hukum
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana mengatakan terdakwa Richard Eliezer bukanlah sebagai penguak fakta hukum.
Pengungkapan fakta hukum pertama kata Kejagung, justru datang dari pihak keluarga korban.
"Delictum yang dilakukan tindak pidana Richard Eliezer sebagai eksekutor yakni pelaku utama, bukanlah sebagai penguak fakta hukum," kata Ketut dalam konferensi pers seperti ditayangkan Kompas TV, Kamis (19/1/2023).
"Jadi dia bukan penguak, pengungkapan fakta hukum yang pertama justru keluarga korban yang jadi bahan pertimbangan," lanjutnya.
Kejagung juga menyatakan bahwa Richard Eliezer adalah pelaku utama dan menjadi eksekutor yang menghilangkan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sehingga menurut Kejagung tak dapat dipertimbangkan status justice collaborator yang ia dapatkan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Menurut Ketut, hal ini selaras dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 dan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Tapi beliau adalah sebagai pelaku utama sehingga tidak dapat dipertimbangkan juga sebagai yang harus mendapatkan justice collaborator," ungkapnya.
"Itu juga sesuai SEMA Nomor 4/2011 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban," terang Ketut.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kejaksaan Agung Buka-bukaan Soal Tuntutan 12 Tahun Bharada E
Kimberly Ryder Klarifikasi soal Lemari Plastik yang Jadi Omongan Netizen, Ada Sejarah Miris di Baliknya
Source | : | Tribunnews.com |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Ayu Wulansari K |