Laporan Wartawan Grid.ID, Ragillita Desyaningrum
Grid.ID – Bentara Budaya Jakarta kembali menggelar Nonton Bareng atau Nobar Offline Laut Bercerita pada Selasa (16/5/2023).
Ini merupakan kali keempat Bentara Budaya Jakarta memutarkan film pendek yang diadaptasi dari novel best seller berjudul sama karya Leila S. Chudori.
Acara ini terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pertama pada pukul 17.00 WIB dan sesi kedua pada pukul 19.00 WIB.
Setelah sesi kedua, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama Leila S. Chudori sebagai penulis novel Laut Bercerita, Wisnu Darmawan dan Gita Fara sebagai Produser, Pritagita Arianegara sebagai Sutradara, serta Lilik HS yang merupakan mantan Aktivits SMID/PRD.
Pemutaran film berdurasi 30 menit itu pun berjalan dengan sangat khidmat, seolah penonton ikut terbawa dengan kisah Biru Laut Wibisono.
Penonton yang datang tentunya merupakan pembaca setia Laut Bercerita yang didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z.
Dalam diskusi tersebut, Leila S. Chudori pun mengungkapkan asal usul terciptanya salah satu kalimat dalam novel Laut Bercerita yang sangat terkenal, yaitu ‘Matilah engkau mati, kau akan lahir berkali-kali’.
Leila mengaku bahwa kalimat tersebut berasal dari potongan puisi yang dibuat oleh penyair Sutarji Calzoum Bachri untuknya.
“Itu potongan puisi dari penyair Sutarji Calzoum Bachri. Tapi kalau di Google nggak bakal ada, karena memang itu puisi beliau hadiah ulang tahun saya waktu masih muda,” kata Leila di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Menurut Leila, kalimat tersebut berarti bahwa sama halnya dengan manusia, negara pasti akan lahir kembali dari sebuah trauma atau tragedi yang berhasil dilalui.
“Tentu saja artinya bahwa kita ini dalam situasi apapun, kita pasti lahir kembali. Kita bisa melalui berbagai trauma atau berbagai tragedi. Negeri ini kan seperti itu juga, berbagai tragedi tapi kita pasti nanti lahir kembali,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, diskusi ini juga turut menghadirkan Lilik HS, seorang mantan Aktivis yang menjadi inspirasi Leila dalam membuat karakter bernama Kinan.
Leila bercerita pada pertemuan pertamanya dengan Leila, ia diminta untuk bercerita soal masa lalunya sebagai aktivis.
Termasuk bercerita tentang latar belakang keluarga yang kemudian menjadi landasan Leila dalam menciptakan latar belakang keluarga karakter bernama Kinan.
Saat itu, Lilik mengaku sangat terpukau dengan Leila yang menulis secara detail rentetan ceritanya dalam sebuah buku tebal.
“Waktu itu aku terpesona bahwa Mbak Leila mencatat detail. Saya bercerita aja, bukan hanya saya tapi juga bagaimana teman-teman saya saat itu dan Mbak Leila mencatat dengan sangat detail apa yang terjadi terus juga banyak menggali secara personal,” jelas Lilik.
Terkait film pendek Laut Bercerita yang dibintangi oleh aktor ternama Indonesia seperti Reza Rahadian, Ayusita Nugraha dan Dian Sastrowardoyo, Gita Fara selaku produser mengaku senang karena bisa menyempurnakan proyek ini.
Pasalnya, di awal perencanaan, film ini tadinya hanya akan menggunakan kamera DSLR untuk mengambil gambar demi gambar.
Mengingat bahwa novel Laut Bercerita merupakan salah satu novel fenomenal yang mengingatkan kembali tragedi 1998, Gita akhirnya mengusulkan agar film ini dibuat dengan lebih ‘serius’.
Sebagai produser, Gita pun merasa bangga karena film ini merupakan karya kolektif banyak orang dengan semangat yang sama.
“Sebagian besar yang mengerjakan film ini dengan sukarela dan tidak dibayar secara professional. Semangatnya memang sama, kami ingin terus menggulirkan kisah-kisah tentang mahasiswa dan keluarga yang terlibat dalam kejadian 98,” ujar Gita Fara.
Baca Juga: Elex Media, Gramedia dan XXI Gelar Nobar Film Asterix & Obelix: The Middle Kingdom
Sementara itu, Pritagita Arianegara mengaku tidak menemukan kesulitan yang berarti dalam memfilmkan novel Laut Bercerita.
Ini lantaran Leila S. Chudori yang langsung terlibat dalam penulisan naskah dan memilih langsung bagian-bagian mana saja yang akan diangkat.
“Beruntungnya saya adalah penulis skenarionya adalah Mbak Leila sendiri. Jadi langsung bertanya bagian-bagian mana yang Mbak Leila pengen diangkat ke filmnya,” tutur Prita.
Setelah melewati berbagai diskusi dan pertimbangan, akhirnya film tersebut lebih banyak berfokus pada keluarga yang ditinggalkan.
Prita berharap bagian ini bisa lebih luas dalam memberikan gambaran yang dapat mewakilkan perasaan kehilangan.
“Saya malah tertarik soal keluarga yang ditinggalkan karena saya pengen memvisualkannya saya pengen balance dengan apa yang bisa dirasain secara universal, apa yang saya bisa relate, yaitu kehilangan,” pungkasnya.
Setelah sesi diskusi dan tanya jawab dengan penonton selesai, acara kemudian dilanjutkan dengan sesi tanda tangan buku oleh penulis.
(*)
Ngamuk Saat Tak Diberi Uang, Pengemis di Bogor Ini Malah Ketahuan Lagi Top Up: Ngegas Gak Dikasih
Penulis | : | Ragillita Desyaningrum |
Editor | : | Ayu Wulansari K |