Grid.ID - Adanya sorotan terhadap kesulitan generasi muda untuk membeli hunian dikarenakan kenaikan harga properti tidak sebanding dengan pendapatan generasi muda sekarang ini.
Kondisi ini kerap menjadi kekhawatiran generasi muda ditambah adanya ekspektasi dari generasi orang tua mereka, bahwa kalau belum punya rumah artinya belum sukses.
Dari sinilah muncul tuntutan bagi generasi muda untuk memiliki rumah impian.
Seperti Agustinus Michel, yang beken sebagai @paksugus di TikTok.
Baca Juga: Dituding Nyuekin Onyo Saat Konser, Rossa Beri Klarifikasi Ini: Aku Gak Terima!
Ia juga berpendapat bahwa dirinya sebagai generasi muda sangat memimpikan hunian idaman bagi keluarga kecilnya.
Tentunya gaya desain yang diminati oleh generasi muda adalah hunian yang estetikanya sesuai dengan karakter pemiliknya.
Namun tidak hanya berhenti di situ, Agustinus Michel berpendapat bahwa dalam memilih rumah tidak hanya sekedar memerhatikan estetika.
“Ada beberapa faktor mendasar yang harus diperhatikan ketika ingin membangun rumah impian seperti jenis hunian, lokasi, dan budget,” ujarnya.
Pertama dari segi hunian, generasi muda harus bisa melihat kelebihan dan kekurangan dari memilih hunian jenis rumah maupun apartemen.
Karena keduanya memiliki perbedaan dari fungsionalitas, biaya maintenance, biaya listrik dan air, jasa keamanan, serta fasilitas kesehatan dan rekreasi yang tersedia di sekitar hunian.
Kemudian faktor selanjutnya saling berhubungan karena lokasi tentunya akan menentukan budget, dan begitu pula sebaliknya.
Memang memilih hunian yang tepat tidaklah mudah karena begitu banyak referensi di media sosial yang dapat menjadi preferensi.
Baca Juga: Jalan Bareng Suami Brondong, Muzdalifah Malah Kena Nyinyir Gegara Hal Ini, Netizen Beri Pembelaan
Maka dari itu, Agustinus Michel menyarankan setiap keluarga muda yang baru akan membangun hunian impian mereka harus mengerti kebutuhan dan karakteristik dari keluarganya.
Sekarang sudah banyak developer yang mendesain properti seperti tren selera generasi muda.
Untuk rumah tapak, banyak anak muda yang ingin rumah di cluster, modern tapi minimalis, lingkungannya kecil tapi homey.
Baca Juga: Nathalie Holscher Ingin Move On Usai Beberkan Perselingkuhan Sule: Mengembalikan Semangat yang Dulu
Ada juga yang mau rumahnya smart home, yang menawarkan banyak kemudahan karena teknologi seperti lampu yang bisa dinyalakan dan dimatikan dengan bertepuk tangan, musik yang diatur dengan perintah suara, hingga sistem keamanan terintegrasi.
Plus, tren Work from Home yang meningkat juga membuat generasi muda menginginkan rumah yang nyaman buat mereka kerja, misalnya dengan banyak ruang terbuka supaya terkesan luas.
Selain itu, dirinya juga menyarankan agar generasi muda memberanikan diri untuk berkomitmen membeli properti sekarang.
Karena, menurutnya, harga properti terus akan naik, dan kalau uang hanya ditabung, bisa jadi uang tabungan plus bunga tidak akan bisa mengejar harga properti yang didambakan.
Baca Juga: Berjuang Lawan Autoimun Psoriasis, Cantika Abigail sampai Pernah Dinyinyirin Makeup Artist
Bahkan, ia juga berpendapat bahwa properti juga bisa menjadi investasi, karena rumah yang sudah menjadi hak milik, bisa diagunkan kapan saja jika tiba-tiba ada kebutuhan mendadak seperti sekolah anak, keluarga jatuh sakit, dan lain-lain.
Agustinus juga menyinggung pentingnya memiliki rumah sendiri.
“Kuncinya adalah sense of belonging. Orang biasanya lebih sayang sama barang punya sendiri, karena ada kebanggaan bisa memiliki barang itu. Dari situ, kita akan termotivasi untuk menjadikan rumah kita itu se-estetik dan senyaman mungkin, sehingga kita bahkan bisa mendapatkan cuan dari situ,” ujarnya.
Tipsnya untuk menjadikan rumah estetik yaitu, pertama untuk membuat moodboard sebelum membeli properti.
Isinya bisa diambil dari internet atau dari media sosial, yang penting fungsinya adalah supaya kita bisa membayangkan warna dan tema rumah seperti apa yang kita mau.
Dari situ, kita bisa menentukan vendor atau barang-barang apa yang harus dipilih untuk mengisi rumah kita supaya cocok dengan tema dan warnanya, dan supaya sesuai dengan budget yang dimiliki.
Menurutnya, tidak harus semua sudut rumah harus sengaja dibuat estetik, tapi kalau warna sudah tepat, barang-barang yang dibeli nyambung, dengan sendirinya akan bagus estetiknya.
Bahkan, secara tidak sadar kita sebagai penghuni juga akan otomatis menyamakan diri dengan estetika rumah.
“Rumah bisa memengaruhi penghuninya. Seperti saya, sekarang tanpa sadar bahkan baju-baju saya warnanya senada dengan rumah saya. Saya percaya bahwa rumah yang kita desain dan bangun dari hati, pengaruhnya akan di luar bahkan dari apa yang kita bayangkan,” katanya.
Tapi, ia mengingatkan, estetika dan fungsional harus tetap seimbang.
Baginya, rumah itu punya kepribadian dan branding, dan itu harus disesuaikan dengan branding dan kepribadian pemiliknya.
Nantinya, proses menjadikan rumah sebagai upaya mencari tambahan penghasilan itu bisa mengalir dengan sendirinya, seperti misalnya kita membuat konten tentang keseharian kita di rumah.
“Selama bikin konten, saya jadi lebih peka sama rumah sendiri. Dari situ saya terinspirasi bikin rumah jadi iconic sehingga banyak di-endorse brand. Lalu jadi lebih mudah untuk memasarkan diri dan rumah sendiri untuk mendatangkan cuan, modalnya ya memanfaatkan apa yang di depan mata kita, seperti hape dan media sosial,” imbuhnya.
(*)
Penulis | : | Dianita Anggraeni |
Editor | : | Dianita Anggraeni |