Grid.ID - Bentara Budaya kembali menghadirkan pameran yang tak kalah menarik, yaitu Pameran TV Art “Kaca Paesan” dengan tema “Analog TV is Dead”.
Pameran ini berkolaborasi dengan 29 seniman Yogyakarta, yaitu:
Agung Manggis
Alie Gopal
Ampun Sutrisno
Angga Yuniar S
Deni Puspita
Didi Sumarsidi
Didik Kapal
Donny Indronoto
Edi Sunaryo
Baca Juga: Syukuran 40 Tahun, Bentara Budaya Berkomitmen Menjadi 'Hub' Budaya NusantaraBaca Juga: Keseruan Acara Puncak HUT ke-60 Kompas Gramedia, Ada Final Stand Up Comedy Karyawan Sampai Potong Tumpeng
Erica Hestu W
Hendro
Heri Laksono
Hermanu
Heru Londo
Ifat Futuh
Irwan Guntarto
Iwan Ganjar
Ledek Sukadi
Malika
Maryadi
Baca Juga: Kisah dari Desa: Ceramic Solo Exhibition 2023 oleh Asep Maulana Hakim
Meuz Prast
Nurohman Malik
Pramono Pinunggul
Ronang Pratama
Rozi Fahrurrozi
Sriyadi Srinthil
Subandi Giyanto
Triono
Well
Pameran kali ini menghadirkan karya seni dalam bentuk unik dan menarik. Para seniman memanfaatkan televisi-televisi kuno sebagai wadah untuk menyampaikan pesan dengan cara inovatif dan memikat.
Pameran ini secara resmi akan dibuka pada Jumat, 25 Agustus 2023, pukul 19.00 WIB di Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto no 2, Kota Baru, Yogyakarta.
Baca Juga: Pameran Seni Rupa dan Teknologi Digital RE-IDENTIFY, Kolaborasi Astra dan Kompas Gramedia
Acara ini akan dimeriahkan oleh Adi Gita Plus dan dipandu oleh Ampun Sutrisno.
Pameran TV Art “Kaca Paesan” akan berlangsung pada 26-31 Agustus 2023 pada pukul 10.00-21.00 WIB.
Televisi merupakan salah satu produk yang mampu melahirkan kebudayaan baru karena adanya perubahan teknologi dari masa ke masa.
Sebagai teknologi gambar yang mampu berbicara, televisi mengalami perkembangan sangat pesat.
Bahkan televisi kini menjadi kebutuhan rumah tangga yang hampir dimiliki oleh semua orang.
Dari layar televisi dapat melahirkan banyak produk yang kini bisa dikatakan sebagai kebudayaan populer.
Beragam iklan muncul, dan tentunya hiburan-hiburan yang selalu memberikan insight baru bagi para penontonnya.
Di Indonesia, TVRI hadir pada tahun 1962 dan melakukan siaran pertama kalinya saat bersamaan dengan kegiatan Asian Games IV, sebuah pesta olahraga se-Asia.
Untuk memudahkan siaran, stasiun televisi dibangun dekat Stadion Senayan Jakarta.
Dari stasiun Jakarta kemudian TVRI berkembang di berbagai provinsi.
Mulanya, TVRI melakukan siaran dengan waktu terbatas yaitu dari sore hingga malam hari.
Siaran itu terbatas pada siaran berita, hiburan, dan acara lain yang dianggap layak untuk disiarkan.
Dalam perkembangannya, TVRI menjadi corong pemerintah.
Posisinya berada di bawah Departemen Penerangan dan Direktorat Radio Televisi dan Film.
Melalui film, pemerintah melakukan berbagai kampanye pembangunan seperti program KB, program pertanian, transmigrasi, dan lainnya.
Selanjutnya, televisi swasta baru muncul pada tahun 1989. TVRI di berbagai daerah di Indonesia juga memberikan ruang untuk kesenian-kesenian tradisional.
Seperti TVRI Yogyakarta memberi ruang untuk seni ketoprak, TVRI Surabaya untuk seni ludruk, dan TVRI Jakarta sebagai pusat menghadirkan acara-acara bersifat nasional.
Secara fisik, televisi juga mengalami perkembangan dari masa ke masa. Dari yang awalnya hanya memunculkan gambar hitam-putih, kini televisi hadir dengan gambar penuh warna.
Dari masyarakat yang menyiasati tenaga aki untuk menyalakan televisi, sekarang listrik sudah merata di seluruh penjuru negeri.
Televisi pun kini turut dipengaruhi oleh kemajuan digital, dengan hadirnya smart TV.
Teknologi memang cepat menyebar, seperti televisi yang melahirkan banyak hal. Mulai dari peristiwa politik sampai tren hiburan yang sedang berlangsung akan mudah tersebar melalui televisi.
Namun, teknologi juga memiliki keterbatasan. Teknologi baru akan terus bermunculan menggantikan teknologi lama.
Akhir dua dekade ini muncul internet dan pesatnya perkembangan IT yang mempengaruhi keberadaan televisi.
Televisi pun perlahan mengalami senjakala, meredup bersamaan dengan munculnya gadget dan aplikasi-aplikasi baru.
Saat ini kita bisa menyaksikan siaran televisi melalui youtube maupun aplikasi-aplikasi lain yang diciptakan oleh stasiun-stasiun televisi di Indonesia.
Banyak pihak menyayangkan perubahan ini, tetapi hal ini menjadi sesuatu yang wajar terjadi.
Televisi pasti berubah! Siapa yang tidak berubah? Mereka yang tidak mampu beradaptasi yang mungkin akan ditinggalkan.
Fenomena ini justru dimanfaatkan oleh para seniman Yogyakarta sebagai wadah untuk berkarya dengan harapan dapat menjadi motivasi bagi para penikmat seni dan tidak terbatas untuk masyarakat umum.
Tema “Analog TV is Dead” menjadi wacana baru yang melahirkan inovasi dengan warna baru.
Meskipun kini televisi analog mulai ditinggalkan sebagai media hiburan, tetapi masih bisa eksis dengan pemanfaatan lain.
Tentunya, para seniman melihat adanya peluang dari sudut pandang lain mengenai nilai estetika televisi-televisi ini.
Ide-ide kreatif dari para seniman patut diacungi jempol. Benda-benda kuno yang telah kehilangan fungsi utilitasnya kini bertransformasi menjadi benda bernilai estetik.
Para seniman mengubah dari televisi yang memiliki nilai guna untuk mendapat hiburan dengan media audio visual, kini televisi itu disulap sebagai wadah imajinasi yang penuh makna.
Baca Juga: Re-Identitify: Pameran NFT yang Gabungkan Seni Konvensional dan Digital
Di samping itu, seni televisi ini juga menyimpan pesan pentingnya menjaga eksistensi jejak kebudayaan dari masa lampau. Karena hal itu tak lain merupakan warisan budaya yang sudah semestinya terus dilestarikan.
Maka dari itu, Bentara Budaya Yogyakarta mengundang semua #SahabatBentara untuk datang dan menikmati pameran seni ini.
Selain sebagai ruang rekreasi, pameran ini menyajikan wawasan baru yang tentunya memberi insight baru bagi kalangan muda-mudi maupun masyarakat luas. (*)
Ajak Fuji ke Gedung DPR RI, Ini Alasan Verrell Bramasta Gandeng Putri Haji Faisal
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Okki Margaretha |