Oleh karena itu, Nanang melanjutkan, budaya literasi serta daya pikir kritis diperlukan dalam menyikapi AI ataupun perkembangan digital lainnya.
Bagaimanapun, teknologi hadir untuk menjawab persoalan yang ada, yang pada akhirnya juga menunjang bisnis.
”Biasanya, yang dilihat pemodal saat hendak berinvestasi itu seberapa yakin dan berkomitmen Anda untuk menyelesaikan masalah yang ada,” lanjut Nanang.
Dari bawah
Principal at Skystar Capital, Juvenco Pulupessy, menuturkan, hampir semua inovasi terjadi dengan model bottom-up atau berasal dari akar rumput, bukan top-down.
Itu juga yang membuat perusahaan-perusahaan besar tak semudah usaha rintisan dalam berinovasi.
Sebab, di perusahaan besar, ada terlalu panjang hierarki untuk mendapatkan persetujuan untuk sebuah usulan.
Menurut Juvenco, AI, rantai blok (blockchain), dan internet of things (IoT) menjadi tiga hal yang akan mendukung banyak inovasi terjadi kini.
Selain dibangun dengan pola bottom-up, dukungan pendanaan dan teknologi akan bakal terus berkembang.
Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, Wahyu Prasetyawan, mengatakan, mahasiswa saat ini memiliki adaptasi yang lebih cepat terhadap teknologi ketimbang generasi sebelumnya.
Namun, yang perlu diperhatikan ialah manusia di belakang teknologi. Daya pikir kritis, kreatif, mampu berkomunikasi, dan mencari solusi amat diperlukan.
Nyesek, Abidzar Ternyata Sempat Jedotin Kepalanya ke Tembok Usai Tahu Uje Meninggal, Umi Pipik: Dia Nyalahin Dirinya
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Okki Margaretha |