Kegelisahan dalam dirinya itulah yang menumbuhkan kesadaran antikolonialisme dan membuatnya terjun langsung untuk berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang, Sisca mulai aktif terlibat diskusi dengan pemuda-pemuda Maluku.
Dilansir dari Kompas.com, Ita Fatia Nadia, peneliti sejarah di Ruang Arsip dan Sejarah (RUAS) Perempuan, menyebut Francisca Fanggidaej berperan penting dalam upaya diplomasi di masa kemerdekaan.
Ita mengungkap peran Francisca mulai awal kemerdekaan, seperti menghadiri Kongres Pemuda Indonesia I di Yogyakarta (November 1945), hingga perannya sebagai anggota DPR-GR (1957).
Kongres itu melahirkan Pemuda Sosialis Indonesia dan Badan Kongres Pemuda Indonesia (BKPRI) yang mewadahi seluruh organisasi kepemudaan.
Dalam naungan BKPRI, Sisca — saat itu berusia 20 tahun — dan Yetty Zain kemudian menjalankan siaran Radio Gelora Pemuda di Madiun untuk melawan propaganda NICA.
"Tugas utamaku mengurusi siaran dalam bahasa Inggris dan Belanda," kata Sisca dalam memoarnya, Perempuan Revolusioner (2006).
Dua tahun kemudian, 1947, Sisca dipercaya sebagai delegasi Pesindo untuk menghadiri acara World Youth and Students Festival di Praha, Cekoslowakia.
Acara ini digelar oleh World Federation of Democratic Youth (WFDY) dan International Union of Students (IUS). Dia berangkat bersama dua rekannya dari Pesindo.
Perjuangan nenek Reza Rahadian pun begitu panjang dan penuh lika-liku.
Sekembalinya ke Indonesia, Francisca menemukan dirinya terlibatkan secara fait accompli, katanya dalam Peristiwa Madiun 1948.
Francisca akhirnya ditangkap oleh TNI dan dipenjara di Gladak, Surakarta.
Ia lolos dari hukuman mati lantaran sedang hamil anaknya yang pertama — Nilakandi Sri Luntowati saat itu.
Suaminya yang pertama, Sukarno (yang dipanggil Mas Karno), ditembak mati bersama Amir Sjarifuddin dan beberapa nama lainnya pada 19 Desember 1948.
Sempat memimpin Pemuda Rakyat, lalu SOBSI, dan Gerakan Wanita Indonesia, Francisca kemudian terjun sebagai jurnalis menjelang Konferensi Asia Afrika (1955).
Diawali sebagai wartawan Kantor Berita Antara, dia bersama beberapa wartawan kemudia mendirikan Indonesian National Press Service (INPS)
Dalam perjalanannya, Francisca kemudian diangkat sebagai anggota DPR-GR oleh Presiden Sukarno, dari golongan wartawan.
Sayangnya kiprah Fracisca ini tak ditulis dalam sejarah.
Namanya seperti dihilangkan dari sejarah resmi semenjak Orde Baru, karena latar belakang politiknya dan peristiwa G30S.
(*)
4 Rekomendasi Wisata di Malang, Jawa Timur, Family Friendly dan Asik Dikunjungi Bareng Teman-teman
Source | : | Kompas.com,Tribunmedan |
Penulis | : | Widy Hastuti Chasanah |
Editor | : | Widy Hastuti Chasanah |