Salah satu alasan Soimah tidak pernah malu dengan dirinya yang berasal dari desa adalah karena keluarga, terutama orangtua.
“Mungkin yang pertama dulu karena tiap hari itu hidungnya selalu mencium bau amis, nyium bau ikan, itu senang banget,” kata dia.
“Yang kedua saya ingat masa lalu aja, masa prihatin saya, orangtua ngasih makan dengan rezeki jadi nelayan,” ujar Soimah lagi.
Itu sebabnya sampai saat ini, Soimah tidak pernah melupakan perjuangan orangtua yang rela menjadi nelayan demi menghidupi keluarga.
“Untuk ngeleng-ngeleng (mengingat) lah bahwa orangtua saya ngasih makan saya hasil dari (jual) ikan,” kata Soimah.
Sangat berbeda dengan anak kecil pada umumnya yang masih ingin bermain, Soimah harus membantu keluarga dengan berjualan ikan dan es balok.
“Setiap hari tangan saya ini selalu bersentuhan dengan ikan, es balok, garam, terus alang-alang, daun kelapa buat alas, batang kelapa kayu-kayu untuk ngasap ikan,” kenangnya.
Tanpa mengeluh, keseharian itu Soimah lakoni tiap hari sampai membuat tangan kecilnya saat itu menjadi kasar.
“Pokoknya pekerjaan yang membuat tangan kasarlah dari SD sampai SMP,” tuturnya.
Meski telah mendulang kesuksesan saat ini, Soimah tetap rendah hati karena ia pernah merasakan pedihnya hidup susah yang penuh perjuangan.
(*)
Chandrika Chika Belum Minta Maaf Usai Diduga Aniaya Yuliana Byun, Sang Ayah Datangi Korban
Source | : | Kompas.com,TribunJatim.com |
Penulis | : | Fidiah Nuzul Aini |
Editor | : | Fidiah Nuzul Aini |