Tapi jawaban dari Louis Mounbatten itu mendapat reaksi negatif dari para perwira di AL Inggris (Royal Navy) sendiri.
Para perwira itu mengingatkan bahwa jika HMS Victorious masih bebal dan nekat lewat selat sunda maka ancaman tenggelamnya flagship Royal Navy itu segera terjadi.
Parlemen Inggris juga berpendapat sama bahwa lewatnya HMS Victorious di selat sunda bisa membawa Inggris ke peperangan yang tak perlu terjadi.
Kekahawatiran ini dinilai wajar karena Angkatan Perang Indonesia punya segudang alat utama sistem senjata (alutsista) macam pembom Tupolev Tu-16 dan kapal cepat rudal Komar Class yang punya senjata khusus untuk membabat kapal induk.
BACA : Bukan Kate Middleton, Cinta Pertama Pangeran William Ternyata Seorang Supermodel Cantik!
Tapi keinginan Lord Mounbatten sudah tak bisa dibendung lagi, mau tak mau menhan Inggris saat itu, Peter Thorneycroft, kepala staf Royal Navy David Luce dan perwira tinggi Royal Navy, Varyl Begg langsung merencanakan operasi pengamanan lewatnya HMS Victorious di selat sunda.
Operasi pengamanan tersebut dinamai Althorpe dan Shalstone.
Begg kemudian meminta konsolidasi kekuatan untuk merencanakan operasi Althorpe.
Begg lantas mendatangkan satu skuadron pembom ringan Canberra, satu skuadron pesawat jet Gloster Javelin dan beberapa pembom berat V-Bomber RAF.
Ditambah dengan kapal induk HMS Centaur yang membawa jet tempur Sea Vixen dan Bucaneer.
Dirasa belum cukup maka pihak Inggris menambahkan pesawat Intai maritim untuk suksesnya operasi.
Larang Ayah Rozak Jadi Calon Wali Kota Depok, Ayu Ting Ting Ngaku Tolak Tawaran Terjun ke Dunia Politik, Ternyata ini Alasannya
Source | : | wikipedia,Naval Power and Expeditionary Wars |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |