Mempertimbangkan seberapa sering Moms dapat kehilangan kesabaran, penelitian ini adalah alasan yang baik dalam menghentikan kebiasaan komunikasi yang buruk, sebelum Si Kecil memasuki usia remaja.
Dilansir dari Today’s parent, Jurnal Study of Marriage and Family mengungkapkan hampir 90% dari hampir 1.000 orangtua yang disurvei mengatakan mereka pernah berteriak, menjerit pada anak-anaknya.
"Berteriak bukan teknik disiplin yang konstruktif, itu merupakan reaksi," jelas Stephanie Cristina, psikolog anak di Ottawa.
(BACA JUGA: Pro Kontra Pola Asuh Zaskia Adya Mecca Membebaskan Si Buah Hati Bermain, Ternyata Ini Manfaat Anak Dekat dengan Alam)
Nah bagi para orang tua wajib diingat nih mungkin saja dengan berteriak kita mendapatkan perhatian anak dan menghentikan perilaku nakal dalam sekejap.
Tapi, jauh di balik itu tindakan berteriak pada anak "nggak mengajarkan anak apa pun tentang bagaimana berperilaku yang benar," kata Stephanie.
Ternyata dampak buruk dari berteriak nggak hanya dirasakan para anak nih, sebenarnya para orang tua juga merasakannya.
Kylee Goldman, seorang terapis anak dan keluarga di Aurora, Ontario, menjelaskan ketika para orang tua merasa frustrasi, otak melepaskan kortisol (hormon stres).
"Pusat kognitif otak mati dan pusat emosi mengambil alih, otak anak-anak mengikuti pola yang sama. Tingkat kortisol mereka naik karena stres, emosi mereka mengambil alih,” kata Goldman.
Jika stres semacam ini berlanjut selama bertahun-tahun, fungsi emosional anak dapat terpengaruh saat ia tumbuh dewasa," kata Goldman. (*)
Penulis | : | Esti Ayu Hutami |
Editor | : | Fahrisa Surya |