Tatkala nyonya Tanti mengadakan spesialisasi di Moskow, anak-anaknya turut serta. Dua anak perempuan yang tertua sekolah di sana sampai sekarang, 1 SM, 1 SD. Tiga yang di rumah semuanya lelaki. Dokter Tanti Aidit kini mengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Aidit berkendaraan mobil mentereng Dodge hitam karena sebagai wakil ketua MPRS ia adalah Yang Mulia Menteri.
Dengan sendirinya tokoh seperti dirinya banyak pikiran dan pekerjaan. Namun tetap segar, jernih mukanya. Seminggu sekali sedapat-dapatnya ia berenang.
Kesehatan perlu bagi seorang pemimpin, “Kalau pemimpin sakit, bukan dia saja menanggung akibatnya, tetapi organisasi masyarakat.”
Politikus yang tak berolahraga menurut pendapatnya abnormal. Selama wawancara 2 jam itu, Aidit banyak minum, rokok, dan secangkir kopi pahit.
Ia pun gemar musik. Musik yang indah mampu melenyapkan keletihan tubuh. Tidur cukup 4 – 5 jam sehari. Asal betul-betul pulas.
Pernah karena kesibukan dalam MPRS ia tak tidur dua hari dua malam. Seorang politikus menurut pendapatnya seharusnya gemar juga akan kesenian.
Kesenian membantu perkembangan pribadi yang harmonis, perkembangan pikiran, dan perasaan.
Ia gemar kesusasteraan. Shakespeare misalnya. Karena sekalipun ia bukan seorang sosialis tetapi karya-karyanya melukiskan keadaan masyarakat pada zamannya.
Amir Syarifuddin suka juga membaca Shakespeare. Sobron Aidit seorang sastrawan terkemuka adalah saudara kandungnya. Jamak kalau Aidit pun menyukai puisi.
Dulu ia beranggapan untuk politik cukup mengetahui sosiologi. Itu sebabnya ia membaca banyak buku sosiologi di museum. Itu tak benar, harus ditambah dengan ekonomi dan politik.
Orang berpolitik harus belajar banyak. Mengambil keputusan-keputusan politik hanya berdasarkan surat kabar atau majalah tidaklah cukup.
Karena itu kader-kader PKI sendiri diwajibkan mengikuti pelajaran. Untuk itu dibuka Akademi-akademi seperti Akademi Ali Archam, Dr. Rivai, Dr. Ratulangi, dll.
Kalau kader-kader PKI militan dan semangat itu karena mereka telah mendapat pendidikan, latihan, dan contoh dari pimpinan.
Seorang kader yang mengeluh tentang beban sandang pangan dewasa ini, misalnya, harus insaf bahwa rakyat banyak yang ia bela lebih sulit keadaannya.
Padahal kekuatan mereka justru dalam kesetiakawanan dengan massa rakyat. Demikian keterangan bung Aidit.
Saya ajukan pertanyaan: selama berjuang dalam politik sejauh ini manakah puncak baginya? Dijawab, “Proklamasi kemerdekaan,” lalu ditambahkan “Itu sampai sekarang…. Entah nanti!”
Itulah sekadar perkenalan pertama dengan bung Aidit. Belum mendalam tentu, tiada lengkap pula. Maklum hasil percakapan 2 jam saja.
Artikel ini pernah tayang di Intisari.grid.id dengan judul,"DN Aidit ketika Diwawancarai Intisari Maret 1964: Banyak Minum Air Putih, Rokok, dan Secangkir Kopi Pahit"
Penulis | : | None |
Editor | : | Nailul Iffah |