BACA JUGA : Seorang Bayi Ditemukan dalam Pipa Toilet dan Berhasil Bertahan Hidup
Dalam masyakarakat Jawa, menikah bisa dilakukan sepanjang tahun, kecuali pantangan pada bulan Suro.
Hal ini dikaitkan dengan adanya rehat dari pengeluaran untuk biaya hajatan, bukan hanya dari pihak penyelenggara, tetapi untuk orang yang menghadiri hajatan.
Jika tak ada rehat dalam satu bulan, dipastikan sepanjang tahun masyarakat akan mengadakan atau menghadiri hajatan, sehingga perlu kerja yang lebih keras untuk memenuhi pengeluaran tersebut.
Hal itu tentu membuat orang sebal karena menghadiri hajatan pernikahan atau hajatan lain yang tak ada hentinya.
Beda halnya jika ada rehat satu bulan, dengan begitu akan ada uang yang bisa disimpan.
BACA JUGA : Beda Usia 19 Tahun, Mengenal Sosok Cantik Istri Bos Besar JD.ID
Sesungguhnya, jika semua hal itu dilakukan akan masuk dalam kearifan lokal karena akan memunculkan toleransi, meningkatkan spiritual, atau lebih memahami keadaan sekitar.
Bahkan, dalam Islam, ada sunah untuk berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram (Suro).
Hal ini mengindikasikan bahwa kita bisa mengambil hikmah dari puasa dengan merenung dan mengekang diri dari hawa nafsu, bukannya membuat hajatan pesta.
Selain itu pada puasa, kita juga dapat belajar untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak berlebihan.
Apa pun perbedaan pendapat di kalangan masyarakat tentang pantangan hajatan di bulan Suro, semuanya memiliki tujuan yang baik.(*)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Larangan Menikah di Bulan Suro Bukan Hanya tentang Buang Sial, tapi Ada Maksud Lain di Baliknya
Tangis Nunung Pecah saat Singgung Soal Kariernya di Dunia Hiburan, Sebut Perannya Kini Sudah Tergantikan
Source | : | intisari online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |