Selain menjadi komoditas yang menghasilkan uang, para budak juga dijadikan obligasi antar pejuang dan digunakan sebagai hadiah untuk para pejuang.
"Teroris menggunakan kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, perbudakan seksual, dan perkawinan paksa, untuk menyokong orang-orang yang direkrut, menggembleng para pejuang, dan, dalam kasus kelompok-kelompoknya," tulis Malik.
Propaganda para budak berfungsi sebagai insentif dan faktor penarik untuk merekrut anggota baru, sekaligus dijanjikan sebagai istri dan budak seks.
Laporan komprehensif meyoroti sebuah perdagangan yang tidak menempati area gelap di mana kekerasan seksual, terorisme dan perdagangan manusia antara pelaku dan korban.
Sebagai gantinya perlakukan ISIS terhadap budak seks didefinisikkan dengan baik meski dalam lingkungan kelompok teror.
Ada peraturan khusus yang berisis 27 halaman dokumen yang menetapkan aturan untuk perawatan para budak seks.
Baca Juga : Royal! Ashanty Kerap Kali Transfer Uang Untuk Facial Para ART
Sementara itu, undang-undang lokal di Suriah, Nigeria, Libia hingga Irak mengartikan bahwa perempuan terpapar dengan 'tiga kerentanan'.
Yaitu kekerasan seksual, perdagangan, dan teror yang membuat mereka tidak dilindungi oleh hukum internasional.
Terlebih, hukum nasional menyebutkan bahwa pemerkosaan dalam pernikahan tidak diakui sebagai bentuk pemerkosaan.
Untuk itulah pemerkosa dibiarkan lolos jika mereka menikahi korban mereka.
Terlebih dalam situasi ini ISIS sangat diuntungkan, di mana jumlah gaji mereka juga disesuaikan dengan jumlah istri dan anaknya, seperti dikutip dari Business Insider.
Diyakini sekitar 5.000 perempuan Yazidi telah dijual sebagai budak ISIS sementara setidaknya 2.000 telah diambil oleh Boko Haram, termasuk kasus penculikan terkenal 276 gadis Chibok.
Artikel ini pernah tayang di Intisari.grid.id dengan judul,"Beginilah Cara ISIS Menjadikan Para Perempuan sebagai Komoditas dan Budak Seks di Timur Tengah"
Penulis | : | None |
Editor | : | Nailul Iffah |