Grid.ID - Penyakit hepatitis merupakan salah satu penyakit yang wajib diwaspadai.
Penderita hepatitis biasanya baru sadar ketika sudah terjadi sirosis hati atau kanker hati, dan sudah mengalami komplikasi sirosis.
Seperti muntah darah dan perut yang membengkak karena penuh oleh cairan.
“Biasanya gejala muncul umur 30-40. Penyakit yang diderita melalui proses perjalanan panjang, sering kali tanpa gejala, karena penderita tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Kadang diketahui saat kanker sudah stadium lanjut,” ujar dr. Irsan Hasan, SpPDKGEH,
Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Divisi Hepatobilier, Spesialis Penyakit Dalam, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, Jakarta.
Baca Juga : Perbedaan Cara Ibu Memberikan ASI Ternyata Mempengaruhi Risiko Obesitas Pada Bayi
Orang yang terkena hepatitis baru akan menyadari ketika hendak donor darah, melakukan general check up atau screening saat melamar menjadi karyawan baru.
Saat sudah terdeteksi itulah mereka kaget dan tak meyangka bahwa menderita hepatitis.
Satu dari tiga orang merahasiakan penyakit hepatitis dari keluarga, bahkan mereka juga merahasiakannya dari pasangan mereka sendiri.
Padahal kemungkinan terbesar penularan hepatitis B itu melalui hubungan seks.
Baca Juga : 5 Tips Hilangkan Stres Saat Hamil, dari Jalan-jalan Sampai Dengarkan Lagu Kesukaan
Selain itu, hepatitis B juga bisa ditularkan oleh ibu hamil kepada janinnya.
Hepatitis B menular melalui dua cara.
Pertama, disebut transmisi horizontal yang tertular melalui darah dan jika tertusuk jarum suntik penderita hepatitis B.
Sedangkan yang kedua, disebut transmisi vertikal, yang menular melalui keturunan dari ibu yang menderita hepatitis B.
Baca Juga : Jangan Panik, 3 Kondisi Ini Wajar Terjadi Selama 24 Jam Sebelum Bayi Lahir
“Ibu yang mengidap hepatitis B, hamil, lalu melahirkan, itu penularan secara vertikal. Di negara yang angka hepatitis B-nya tinggi seperti Indonesia, boleh dikatakan lebih dari 80 persen penularan adalah transmisi vertikal,” ucap Irsan.
Melihat penularan terbanyak dialami oleh keturunan, maka deteksi untuk ibu hamil harus dilakukan sejak dini.
Setiap ibu hamil harus tahu status hepatitisnya.
Untuk mendeteksinya dapat dilakukan melalui screening dengan cara USG.
Jika terdeteksi positif hepatitis B, ibu hamil akan diberi vaksin untuk mencegah penularan kepada janinya.
“Intervensi pada ibu, yaitu ibunya minum obat selama tiga bulan jelang melahirkan,” jelas Irsan.
Kalau si ibu bisa dikasih obat, bagaimana dengan janinnya?
Irsan memaparkan bahwa pencegahan hanya dapat dilakukan pada ibunya saja.
Untuk janinnya tidak bisa.
Ibu akan diberikan obat, vaksin, dan immunoglobulin (antibodi) selama tiga bulan jelang melahirkan.
Akan tetapi, karena pengobatan hanya bisa dilakukan kepada ibu, masih ada 5 persen kemungkinan bayi akan tertular juga.
Pengobatan pada bayi baru bisa diberikan setelah si bayi lahir.
Vaksin diberikan segera setelah bayi lahir dan tidak boleh menunggu sampai berhari-hari.
Karena jika telat, itu akan berbahaya nantinya.
“Virus sudah telanjur masuk ke hati bayi,” imbuh Irsan.
Kita juga mesti harus waspada jika ada anggota keluarga yang terdeteksi mengidap hepatitis B.
Segera lakukan pemeriksaan dan mendapatkan vaksin untuk mengantisipasi adanya penularan yang tidak diketahui.
“Jika ada ibunya yang kena, maka bapak dan anak-anaknya juga harus diperiksa dan diberi vaksin,” tegas Irsan.(Mega Khaerani/NOVA)
Artikel ini sudah tayang di NOVA dengan judul "Agar Calon Bayi Aman dari Hepatitis B, Ibu Hamil Wajib Lakukan Ini!"
Penulis | : | None |
Editor | : | Fahrisa Surya |