Salah satu sinematografer yang juga seorang sutradara film The Origin of Fear (2016), Bayu Prihantoro Filemon, membagikan pandangannya.
Menurut Bayu, sejumlah adegan kekerasan dengan latar suara yang mencekam membuat film itu menyerupai film horor.
"Film ini bisa saya sebut 'horor paripurna'," kata Bayu.
"Karena film ini, dengan segala keterbatasannya, berhasil menebar teror sekaligus menjadi trauma generasi," kata sutradara yang memenangkan Best Short Film di Art Film Fest Kosice di Slovakia pada 2017 ini.
Bayu melanjutkan, film yang merupakan proyek pemerintah ini mampu mewujudkan realitas film menjadi realitas nyata di dalam kehidupan sehari-hari.
Sutradara yang karyanya juga masuk dalam nominasi Best Short Film di Venice Film Festival ini menyebutnya sebagai pseudomemory sejarah bangsa.
Menurut Bayu, hal itu berhasil dicapai meskipun film ini masih memiliki banyak kekurangan dari berbagai sisi.
"Dari sisi teknis, termasuk perihal efek suara, kualitas akting, sudut pengambilan gambar, dan musik, film Pak Arifin tersebut tentu saja tetap ada kekurangannya," kata Bayu.
"Saya tumbuh dengan bahasa-bahasa film yang lebih modern dibandingkan dengan apa yang ada di film tersebut," ujar Bayu, yang juga berprofesi sebagai dosen. (Kompas.com/Luthfia Ayu Azanella)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul Film "Pengkhianatan G30S/PKI", Karya Seni yang Dianggap Meneror Satu Generasi
Viral, Pernikahan Ini Sajikan Menu Mie Instan untuk Undangan yang Datang padahal Tajir, Tamu: Kami Juga Bawa Bekal Sendiri
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Rich |