Laporan wartawan Grid.ID, Veronica Sri Wahyu Wardiningsih
Grid.ID - Ratna Sarumpaet, perempuan kelahiran 16 Juli 1948 (umur 70) di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara ini merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara. Ia dibesarkan dalam keluarga Batak.
Ayahnya, Saladin Sarumpaet, merupakan Menteri Pertanian dan Perburuhan dalam kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sedangkan ibunya, Julia Hutabarat, merupakan seorang aktivis hak-hak perempuan.
Selama remaja, Ratna Sarumpaet pindah ke Jakarta dan menyelesaikan sekolah menengahnya di PSKD Menteng.
Baca Juga : Citra Kirana Alami Kejadian Mistis Tak Terlupakan Saat Syuting Film Horor
Dalam biografinya, Ratna Sarumpaet merupakan teman sekelasnya almarhum musisi legendaris Chrisye.
Pada tahun 1969, Ratna Sarumpaet belajar arsitektur di Universitas Kristen Indonesia.
Ia menjadi mualaf setelah menikah dengan seorang pengusaha berdarah Arab-Indonesia, Ahmad Fahmy Alhady.
Dari pernikahannya tersebut, ia dikaruniai empat orang anak, yakni Mohamad Iqbal, Fathom Saulina, Ibrahim, dan Atiqah Hasiholan.
Pada 1976, Ratna Sarumpaet mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Hingga tahun 1985, ia resmi bercerai dengan suaminya.
Ratna Sarumpaet dikenal sebagai penulis naskah, sutradara, aktivis hak asasi manusia, dan seniman.
Sempat menempuh kuliah di Fakultas Teknik Arsitektur dan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Ratna memilih kesenian sebagai alat perjuangannya.
Baca Juga : Ratna Sarumpaet Terancam 10 Tahun Penjara, Ini Pasal yang Disangkakan
Keberpihakannya pada orang-orang kecil dan marginal menjadi tema setiap karya yang dilahirkan untuk mengupas secara terbuka masalah kemanusiaan, kebenaran dan keadilan serta mempertanyakannya secara frontal ke hadapan pemerintah.
Melansir dari Bangkapos, pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang tewas pada tahun 1993, adalah satu salah kasus yang diperjuangkan Ratna Sarumpaet.
Ia melahirkan naskah pementasan orisinial pertamanya dengan judul "Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah" tahun 1994.
Naskah teater itu ditulisnya selama satu tahun dengan gambaran jalan cerita yang lebih universal.
Tidak spesifik menyoroti Marsinah, tetapi mengenai nasib orang-orang yang diberlalukan tidak adil yang menuntut hak pada pihak berkuasa.
Pertunjukan teater Marsinah dipentaskan di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 16-19 September 1994.
Setelah berlarut-larut, atas kasus pembunuhan Marsinah, pada September 1997, Kepala Kepolisian RI menutup kasus itu dengan alasan bahwa DNA Marsinah dalam penyelidikan telah terkontaminasi.
Segera setelah penutupan kasus, Ratna menulis monolog "Marsinah Menggugat" (1997) untuk dipentaskan dalam sebuah tur ke sebelas kota di Jawa dan Sumatera.
Monolog ini kemudian dianggap sebagai karya provokatif dan tak jarang dibubarkan oleh pasukan anti huru-hara di beberapa kota saat dipentaskan.
Hal itu membuat rumah Ratna terus diawasi intel.
Pada Maret 1998, Ratna Sarumpaet ditangkap kemudian dijebloskan ke penjara. Setelah 70 hari dalam kurungan, barulah Ratna Sarumpaet dibebaskan.
Tahun 2004, Ratna Sarumpaet mendengar kabar tentang buruknya perdagangan anak di Indonesia.
Selama tahun 2005, Ratna Sarumpaet dengan bantuan UNICEF melakukan penelitian tentang berita itu.
Dari hasil penelitian itu, Ratna Sarumpaet menuliskan naskah drama "Pelacur dan Sang Presiden" (2006) dan dipentaskan di lima kota besar di Indonesia.
Tahun 2007, Ratna menyadur Pelacur & Sang Presiden ke dalam sebuah skenario film berjudul "Jamila dan Sang Presiden" (2009). Atiqah Hasiholan juga seorang aktris dan kemudian membintangi film ibunya.
Film tersebut berhasil mendapat perhatian dunia di berbagai festival.
Setelah selama 2 tahun melakukan penelitian dan menulis, 10 Desember 2010 - di Tugu Perdamaian Ambon, bertepatan dengan hari HAM sedunia, Ratna meluncurkan novel "Maluku Kobaran Cintaku", sebuah novel fiksi dengan latar belakang kerusuhan antar agama yang pernah melanda Maluku tahun 1999 – 2004.
Hingga di peralihan bulan September ke Oktober 2018 ini, Ratna Sarumpaet kembali membuat heboh masyarakat Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, beberapa waktu belakangan ini masyarakat dihebohkan informasi pengeroyokan Ratna Sarumpaet di sekitar Bandara Husein Sastranegara Bandung pada 21 September.
Melansir dari kompas.com, Ratna mengaku dipukul hingga menyebabkan wajahnya bengkak usai menghadiri sebuah konferensi internasional. Namun, cerita itu ternyata adalah kebohongan semata.
Lantaran hal tersebut, Ratna Sarumpaet diamankan di Bandara Soekarno-Hatta saat akan pergi ke luar negeri.
Iya (Ratna Sarumpaet) mau ke luar negeri, malam ini, iya (melalui terminal 2)," ujar Nico saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/10/2018).
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Jerry Siagian menagatakan, aktivis Ratna Sarumpaet telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga : Sebelum Dijadikan Tersangka, Ratna Sarumpaet Minta Maaf kepada Ibu-ibu
"Statusnya kemarin panggil saksi, tetapi karena dia mau melarikan diri, ya terpaksa kami naikkan jadi tersangka," ujar Jerry, Kamis (4/10/2018).
"Sudah tersangka sekarang," sambung dia.
Sementara itu, dikutip Grid.ID dari Kompas TV, aktivis Ratna Sarumpaet resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya. Ratna terancam pidana penjara maksimal 10 tahun. (*)
Kronologi Ricuhnya Demo Indonesia Gelap, Para Mahasiswa Ancam Bakal Demo Lagi Jika Pemerintah Tak Lakukan ini
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Widyastuti |