Pergerakan dan perjuangan Nadia untuk terus melawan kekerasan terhadap perempuan ini telah dimulai jauh sebelum gerakan #MeToo dimulai.
Dilansir dari laman BBC (6/10/2018), setelah menerima hadiah Nobel Perdamaian Nadia mengatakan:
"Melihat hadiah ini, saya jadi teringat anggota keluarga yang hilang dan masih belum ditemukan, ada 1.300 wanita dan anak-anak yang masih ada di pengungsian.
Bagi saya sendiri, saya teringat ibu saya yang dibunuh oleh ISIS.
Penganiayaan terhadap minoritas harus diakhiri.
Kita harus bekerja sama dengan tekad untuk membuktikan bahwa kampanye genosida tidak akan gagal, tetapi mengarah pada akuntabilitas para pelaku dan keadilan bagi para korban", ujar Nadia Murad.
Baca Juga : Pernah Habisi 100 Nyawa Pejuang ISIS, Wanita Cantik Ini Jadi Buruan Utama Seharga Rp 13 Miliar
Sementara itu, presiden baru Irak, Barham Saleh menyebut penghargaan itu sebagai kehormatan bagi semua warga Irak yang memerangi terorisme dan kefanatikan.
Ini bukanlah penghargaan pertama yang diraih Nadia.
Pada tahun 2016, Nadia dianugerahi Penghargaan Hak Asasi Manusia Vaclav Havel oleh Dewan Eropa.
Ia juga pernah menyerukan pengadilan internasional untuk menilai kejahatan yang dilakukan ISIS dalam pidatonya di Strasbourg, Perancis.
Nadia Murad juga menjadi orang Irak pertama yang memenangkan penghargaan.
Keep inspiring, Nadia Murad! (*)
Source | : | Kompas.com,BBC |
Penulis | : | Septiyanti Dwi Cahyani |
Editor | : | Septiyanti Dwi Cahyani |