Terpilihlah Del Juzar, Sutjipto, dan Aedy Mowardi yang kemudian digembleng di gedung kesenian selama beberapa pekan.
Pada 30 Maret 1950, dimulailah proses shooting yang "berdarah-darah" di daerah Subang.
Pasalnya, semua serba terbatas dan persiapan belum maksimal.
Naskahnya saja ditulis Usmar dengan cara mencicil selama pengambilan gambar.
Setiap malam, ia mengetik naskah dari cerita pendek Sitor untuk digunakan esok hari.
Usmar juga merangkap sebagai sutradara, produser, penulis skenario, penata rias, pencatat adegan, dan sopir.
Ditambah lagi, ia harus berhadapan dengan beberapa pemain yang tak bisa diatur.
Film Darah & Doa mendapat kehormatan diputar di hadapan Presiden RI pertama, Soekarno, di Istana Merdeka, pada pertengahan 1950.
"Dengan segala jerih payah dan pengorbanan lahir batin selama pembuatan film itu, kiranya kehormatan yang diberikan Dewan Film Indonesia kepada saya yang pertama itu, merupakan penghargaan yang tak ada taranya hingga sukar bagi saya untuk menyatakan terima kasih karena kata-kata saja tidak akan ada artinya," Usmar Ismail menutup artikelnya di majalah Intisari.
Film Darah dan Doa dianggap film pertama yang mencerminkan ciri khas Indonesia dan pantas menjadi titik bangkitnya perfilman Tanah Air.
Semoga perjuangan film Darah dan Doa tidak berhenti dan akan muncul-muncul film karya anak bangsa.
Selamat Hari Film Nasional! (*)
Source | : | www.kompas.com,www.tribunnews.com |
Penulis | : | Alfa Pratama |
Editor | : | Alfa Pratama |