Dari cerita kakek, beliau setidaknya pernah bertemu selama tiga kali.
Selama itu pula “Mante” lari tunggang langgang ke dalam hutan.
Dipercayai atau tidak, kata kakek Mante tersebut memang hidup dalam hutan.
Dia berpindah-pindah sesuai dengan ketersediaan makanannya.
Kisah itu diceritakan oleh beberapa temannya yang lain.
Katanya sempat ditemukan bekas pembakaran dan peralatan masak di tengah-tengah hutan.
Bentuknya tidak biasa. Terbuat dari kayu dan batu. Soal itu, cerita kakek tidak spesifik.
Kisah yang dituturkan kakek kepada saya memang tidak tercatat secara ilmiah.
Namun istilah Mante di Aceh Selatan-Abdya setau saya tak asing.
Dalam kehidupan sehari-hari, nenek dan perempuan seusianya sering menggunakan istilah Mante sebagai bahan cibiran untuk anak cucunya yang seolah-olah tak pernah melihat sesuatu yang baru.
Baik itu merujuk pada barang tertentu atau daerah tertentu.
“Ka saba hai neuk. Bek lagee Mante han tom kalon sapeu,” yang bermakna sabarlah sedikit, jangan seperti Mante yang nggak pernah melihat apapun.
Lanjut Studi S3 di Swiss, Nadia Vega Tak Takut Cowok Minder Buat Dekati Dirinya, Ini Alasannya