Grid.ID - Pemerintah Indonesia tak memberi ampun kepada I Putu Suaka alias Keteg (53).
Dukun yang membunuh satu keluarga itu tak mendapat pengampunan dan grasinya ditolak.
Keteg pun tinggal menunggu hari eksekusi tembak mati.
Hukuman mati terhadap narapidana I Putu Suaka kemungkinan akan digelar tahun 2017.
Grasi yang diajukan terpidana pembunuhan satu keluarga di Gamongan, Desa Tiyingtali, Kecamatan Abang, Karangasem itu ditolak Presiden Republik Indonesia.
Kuasa hukum Putu Suaka, I Made Ruspita mengatakan, tembak mati terhadap kliennya rencana digelar di Pulau Jawa.
Kasus pembunuhan satu keluarga ini sama dengan kasus yang menyita perhatian publik beberapa waktu lalu yaitu kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27).
Pembunuhan terhadap I Komang Alit Srinata, bersama istrinya Ni Kadek Suti, dan dua orang anak itu dilakukan dengan cara meracuni kopi yang mereka minum.
Pembunuhan sadis yang terjadi pada Januari 2008 lalu itu dilatari dendam dan sakit hati karena janji bayaran uang Rp3 juta sebagai jasa perdukunan belum dibayar.
Sebab itu, Keteg segera mengatur rencana untuk membunuh keluarga I Komang Alit Srinata.
Perkenalan Keteg dan Komang terjadi pada tahun 2002.
Komang mengenal Keteg sebagai dukun yang bisa menyembuhkan penyakit.
Kala itu, Komang sangat membutuhkan Keteg untuk menyembuhkan penyakit anaknya.
Untuk membayar jasanya, Keteg dijanjikan bayaran Rp 3 juta.
Tetapi selama menjadi pasien, janji pembayaran Rp 3 juta itu tak kunjung ditepati.
Anak Komang sendiri sudah 5 tahun menjalani pengobatan oleh Keteg.
Setiap pengobatan, Keteg hanya dibayar Rp 50 ribu.
Padahal, Komang berjanji akan membayar Rp 3 juta bila anaknya sembuh.
Merasa diingkari janji, Keteg pun berniat membunuh keluarga Komang.
Hal itu dilakukan Keteg pada 26 Januari 2008.
Saat itu, Keteg disuruh ke rumah Komang untuk mengobati anaknya.
Keteg pun sudah mempersiapkan bahan-bahan racun, salah satunya potasium sebagai bahan untuk sianida.
Setibanya di rumah Komang, Keteg meminta Komang untuk membuat 5 gelas kopi.
Keteg meminta agar kopi yang dibuat Komang dicampur "obat" yang ia bawa yang sebenarnya sianida.
Tetapi, kepada Komang, Keteg tidak menjelaskan bahwa itu adalah racun melainkan obat.
Komang pun percaya dan mencampur racun itu ke kopi yang dibikinnya.
"Terdakwa menyuruh untuk membuat kopi sebanyak 5 (lima) gelas di dapur. Terdakwa memberitahukan takaran dengan campuran gula 3 (tiga) sendok teh dan kopi 2 (dua) sendok teh serta potasium 1 (satu) sendok teh."
"Maksudnya kopi itu menjadi pekat dan jika dicampur dengan potasium maka potasium itu tidak terasa dan tidak menimbulkan kecurigaan bagi korban," tulis salinan putusan yang dikutip dari websita Mahkamah Agung (MA).
Keluarga Komang yang terdiri dari 4 orang meminum kopi tersebut.
Setelah semua minum,Komang sekeluarga terkapar dan meregang nyawa.
Dari hasil diagnosis klinik, (No. PB : 01/KF/I/2008) tanggal 27 Januari terdapat hasil lab yang menyatakan:
- Pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler pada otak besar, otak kecil dan batang otak.
- Pelebaran pembuluh darah kapiler dan fokus ekstravasasi eritrosit perivaskuler tanpa ilfiltrat sel-sel radang pada scalp.
- Pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler septum interalveolar, edema dan fokus-fokus sebaran ringan limfosit, sel plasma dan sedikit eosinofil pada septum interaveolar dan bronkus, serta tampak fokus-fokus antrakosis
Akibat pada paru.
- Erosimukosa, infiltrad sel-sel radang limfosid dan sel plasma pada lamina propria dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler pada lapisan submukosa dan serosa lambung.
- Degenerasi lemak ringan, pelebaran sinusoid, dan fokus-fokus treditis kronis pada hepar.
- Pankrealis.
- Pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler glomerulus dan interstiteal ginjal.
- Pelebaran pembuluh-pembuluh darah kapiler pada nyokardium dan perikardium jantung.
- Penebalan intima dan plak atheroma pada cabang-cabang arteri koronaria kanan dan arteri koronaria kiri yang mempersempit lumen sebesar lima persen sampai tujuh puluh lima persen.
Hasil diagnosis ini menyatakan korban keracunan sianida.
"Adapun sebab-sebab kematian para korban yaitu korban adalah keracunan sianida (sesuai dengan Visum Et Repertum No. KF 30A/R/I/08 tanggal 15 Februari 2008)," tulis pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.
Polisi pun langsung menangkap Keteg hingga kasus ini berlanjut ke persidangan.
Pada 22 September 2008, PN Amlapura menjatuhkan vonis mati kepada Putu alias Keteg.
Putusan itu dikuatkan di tingkat banding. Pada Oktober 2008, Keteg tetap divonis mati di Pengadilan Tinggi Denpasar (PT Denpasar).
Tak terima dengan dua vonis itu, Keteg mengajukan upaya perlawanan ke tingkat kasasi di MA.
Hasilnya, pada 27 Januari 2009 MA memutus hal yang sama yaitu tetap memnghukum mati.
Tak patah semangat, Putu mencoba melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
Hasilnya pun nihil. Pada 20 Juli 2010, MA tetap menyatakan Putu layak dihukum mati.
Upaya hukumnya akhirnya terhenti setelah Presiden Joko Widodo menolak grasinya.
Hukuman mati terhadap narapidana I Putu Suaka alias Keteg (53) kemungkinan akan di gelar tahun 2017. (*)
Diduga Dikambingkan Hitamkan? Agus Asal NTB Ini Dituding Jadi Pelaku Rudapaksa Mahasiswi: Saya BAB Aja Dibantu Ortu
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Hery Prasetyo |