Yang kedua, mengapa atmosfer luar matahari yang disebut Korona jauh lebih panas dibandingkan dengan permukaan matahari sendiri.
Korona memiliki panas sebesar 10.000 derajat Fahrenheit atau 5.500 derajat Celsius, sedangkan inti matahari hanya sepanas 3 juta derajat fahrenheit atau 1,7 juta derajat Celsius.
Fenomena ini disebut oleh salah satu peneliti wahana antariksa Parker dari Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins University (APL) di Laurel, Maryland, Nicola Fox, sebagai sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.
Fox menuturkan, dua pertanyaan besar itu hanya bisa dijawab dengan pengamatan matahari jarak dekat.
Dia pun menilai bahwa jawaban yang akan didapat bukan hanya untuk kepentingan akademis.
"Sebuah studi yang baru-baru ini dilakukan oleh National Academy of Sciences memperkirakan bahwa tanpa peringatan dini, sebuah peristiwa besar matahari dapat menyebabkan kerusakan di AS senilai 2 triliun dollar dan membuat wilayah pesisir Timur AS harus hidup tanpa listrik selama setahun," kata para periset di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory (APL) yang mengatur misi Parker.
"Untuk membuka misteri Korona dan juga untuk melindungi masyarakat yang semakin bergantung pada teknologi dari ancaman cuaca luar angkasa, kami akan mengirim Parker Solar Probe untuk menyentuh matahari," tambah mereka di situs resmi APL.
Fox mengatakan, Parker Solar Probe akan membawa sebuah chip yang penuh dengan foto Eugene Parker dan salinan dari naskah karyanya tentang tenaga angin matahari.
Selain itu, lanjut Fox, NASA juga mengundang Parker untuk datang dan membuat prasasti pada plat yang akan dipasang di wahana luar angkasa tersebut. (*)
Artikel ini juga ditayangkan Kompas.com dengan judul: Ingin "Menyentuh" Matahari, NASA Luncurkan Misi Paling Ambisius
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Hery Prasetyo |