Grid.ID - Indonesia sangat dihormati di negara Timur Tengah karena kontribusi positifnya dalam percaturan politik bebas aktifnya.
Dilansir reporter Grid.ID dari sejarahperang.wordpress.com.
Menjelang akhir 1970-an gerakan dunia bebas (Non-Blok) dikejutkan dengan serangan besar-besaran kekuatan militer Uni Soviet ke Afghanistan.
REVIEW FILM – Baby Driver: Bagaikan Musik Video dengan Durasi Selama 112 Menit | Grid.ID https://t.co/nqh94Oiilt
— Grid.ID (@grid_id) August 28, 2017
Kedatangan pasukan Soviet ini segera mendapat reaksi keras dari rakyat Afghanistan atau lebih tepatnya gerilyawan Mujahidin yang berjuang menghadapi Republik Demokratik Afghanistan beraliran Marxist-Leninist dan mendapat dukungan Soviet.
Perlawanan Mujahidin Afghanistan melawan tentara Uni Soviet yang bersenjata lengkap bak David vs Goliath.
Dengan keadaan yang seperti ini maka sudah barang tentu pasukan Mujahidin bakal kalah telak melawan kekuatan raksasa Soviet.
Yang lebih mengejutkan lagi Amerika Serikat yang sekarang malah berkonflik dengan Afghanistan, dulu pada tahun 1979 ternyata malah membantu para pejuang Mujahidin ini.
Hal tersebut wajar lantaran pihak AS tidak mau Afghanistan jatuh ke tangan komunis Soviet yang dikhawatirkan akan memengaruhi tatanan politik dunia Internasional.
Melalui Central Intelligence Agency (CIA) AS mencoba melobi negara-negara ASEAN agar membantu perjuangan Mujahidin.
Pulau Ini Terlarang Bagi Orang Luar, Karena Kamu Bisa Mati Jika ke Pulau Ini | Grid.ID https://t.co/KKXBjz1rtr
— Grid.ID (@grid_id) May 28, 2017
Bagaimana reaksi Indonesia? “Kalau kita bisa (lakukan) sendiri, kenapa harus lewat Amerika,” pikir Letjen TNI L.B. Moerdani, Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI (TNI) seperti ditirukan Marsda (Pur) Teddy Rusdy.
Ngamuk Saat Tak Diberi Uang, Pengemis di Bogor Ini Malah Ketahuan Lagi Top Up: Ngegas Gak Dikasih