Laporan Wartawan Grid.ID, Deshinta Nindya A.
Grid.ID - Hari ini (29/11/2017) pakar kuliner Bondan Winarno meninggal dunia.
Dilansir Grid.ID dari akun Twitter Arie Parikesit, CEO Kelana Rasa Culinary dan host dari program televisi Kelara Rasa Trans TV, memberitahukan bahwa Bondan Winarno meninggal dunia.
Bahkan, Bondan Winarno pernah mencuitkan penyakit yang dideritanya dari hasil diagnosa dr. Iwan Dakota, SpJP.
Dr. Iwan Dakota, SpJP merupakan salah satu dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Harapan Kita.
Pada cuitannya, Bondan Winarno menjelaskan bahwa dirinya didiagnosa mengalami kelainan katup aorta.
Sebelumnya, Bondan Winarno menderita aneurisma.
Tks Dr. dr. Iwan Dakota, SpJP, RS Harapan Kita, yg dgn stetoskopnya mendiagnosa bhw saya tak hanya menderita aneurisma, tp juga katup aorta. pic.twitter.com/qkqL9GCOa8
— Bondan Winarno (@PakBondan) October 6, 2017
Selain itu, Bondan Winarno sempat membeberkan tentang riwayat penyakitnya yang telah ia sembunyikan.
Berikut tulisan Bondan Winarno di grup komunitas Jalan Sutra seperti dikutip Grid.ID, Rabu (29/11/2017).
Keluarga JS-ku,
Mohon maaf bila selama beberapa hari ini saya menyembunyikan sebuah rahasia besar dari Anda semua.
Saya ceritakan sejak latar belakangnya.
1. Th 2005, dalam penerbangan SIN-JKT, saya merasakan ujung-ujung jari tangan kanan saya ba'al alias kesemutan.
Begitu mendarat di CGK, saya telepon minta advis Dr. Sindhiarta Mulya.
Saya disarankan segera menuju RS yang dekat dengan rumah saya untuk menjalani pemeriksaan MRI.
Karena waktu itu saya masih tinggal di Bintaro, saya langsung ke RS Premier Bintaro.
Eh, ternyata Dr. Sindhi sudah menunggu saya di sana.
Setelah MRI, saya disarankan observasi di RSP Bintaro selama 3 hari.
Kesimpulan: cardiologist strongly suspected penyumbatan arteri jantung dan saya harus menjalani kateterisasi sesegera mungkin.
In contrary, neurologist di RS yang sama mengatakan bahwa yang saya alami sama sekali bukanlah penyakit jantung.
2. Saya mencari second opinion di RSPI.
Kesimpulan sama: cardiologist bilang harus kateterisasi segera.
Neurologist RSPI juga bilang: bukan masalah jantung.
3. Dalam kebimbangan, saya tidak menjalani kateterisasi.
Saya hanya minum Plavix ( pil pengencer darah) untuk menghindari penyumbatan arteri.
4. Setahun setelah minum Plavix terus-menerus, saya nyaris pingsan di rumah Yohan Handoyo setelah minum wines dan makan steaks masakan Adi Taroe.
Untung rumah Yohan di Bogor itu dekat dengan RS Azra.
Dokter jaga yang berpengalaman menemukan diagnosa: tekanan darah terlalu rendah karena darah terlalu encer.
5. Sejak saat itu saya ke HSC di KL untuk annual check up.
Di sana dikonfirmasi dengan MSCT bahwa saya memang tidak mengidap penyakit jantung.
6. April 2015, sewaktu Annual Medex di HSC KL, ditemukan dilatasi (penggembungan) pada aorta saya pada tahap awal.
Dalam bahasa medis, penyakit ini disebut: aorta aneurysm.
Menurut Dr. Soo, tiap tahun perlu diawasi apakah membesar dan perlu tindakan operasi.
Katanya: saya seperti membawa bom waktu yang setiap saat bisa pecah dan mematikan saya.
Dr. Soo juga mengaku bahwa dia bukan ahlinya di bidang aneurysm.
Bila perlu pembedahan, dia harus mengundang dokter bedah dari Jepang.
Biaya diperkirakan Rp 600-700juta.
7. April 2016, saya sudah appointment dengan Dr. Soo di HSC KL.
Tapi pas hari itu justru dia dilarikan ke RS utk operasi.
Team dokter yang menangani saya tidak memuaskan saya dalam memberi info tentang aneurysm saya.
8. April 2017, saya appointment lagi untuk konsultasi dengan Dr. Soo.
Eh, ternyata dia mendadak sakit.
Saya langsung jalan-jalan ke tempat adik saya di Penang.
Di sana saya mengalami semacam pencerahan.
"Kenapa saya pasrahkan masalah kesehatan saya kpd orang yg bukan ahlinya?"
Dr. Soo adalah salah satu ahli kateter di Asia, tapi bukan ahli aneurysm.
Saya segera berkomunikasi dengan Dr. Sindhi yang langsung saja membanjiri saya dengan berbagai info bagus dan penting.
Saya putuskan untuk mengikuti saran Dr. Sindhi.
9. Bulan Juli 2017, saya jalan-jalan seharian dengan Dr. Sindhi di sekitar Tangerang, diakhiri dengan maksi kuliner Betawi di Mpok Kuni.
Eh, ternyata Dr. Sindhi mengantar saya ke RS Siloam Karawaci dan sudah membuat appointment untuk ketemu Dr. Iwan Dakota, ahli vaskuler, adik Kapolri Tito Karnavian.
Saya bahkan disambut oleh Dirut RS Siloam Karawaci, sahabat Dr. Sindhi.
10. Dalam pemeriksaan oleh Dr. Iwan, setelah memeriksa hasil medical record terakhir di HSC KL, HANYA dgn stetoskop, Dr. Iwan menemukan masalah lain: katup aorta saya bocor.
Saya diminta untuk segera ke PJN Harapan Kita keesokan harinya untuk pemeriksaan echo.
Dalam pemeriksaan echo di Harkit, 65% confirmed bahwa katup aorta saya bocor.
Saya kemudian menjalani TEE (endoscopy) untuk mendapatkan 90% konfirmasi.
Demikianlah, dalam waktu singkat tim dokter Harkit menemukan kelainan lain yang perlu segera ditangani.
11. Dr. Iwan me-refer saya kpd tim bedahnya, Dr. Dicky Alighiery Hartono, ahli bedah vaskular lulusan Korsel.
Ini adalah pembedahan paling berat, rumit, dan sulit, berlangsung 5-6 jam.
"Mumpung Pak Bondan sdg fit, kita lakukan segera, ya?"
12. 27 Sept 2017 pagi saya menjalani 2 operasi sekaligus: penggantian katup aorta dan penggantian aorta yang nengalami dilatasi. Operasi berlangsung selama 5 jam dan dinyatakan berhasil.
Saya siuman di ICU sore hari dan dirawat selama 24 jam di ICU.
Dari ICU saya dipindah ke Intermediary Ward.
13. Normalnya, bila operasi berhasil, 24 jam sesudah di Intermediary Ward, maka akan dipindahkan ke kamar perawatan biasa.
Dalam operasi besat spt yg saya alami, ada 2 hantu komplikasi: 1. perdarahan, 2. aritmia (denyut jantung tidak beraturan).
Saya terbebas dari perdarahan.
Tapi, Sabtu dini hari saya kejang-kejang dalam tidur saya.
Ternyata saya mengalami komplikasi aritmia.
Saya dipasangi TPM (Temporary PaceMaker) sambil dimonitor penyebabnya (biasanya krn peradangan).
14. Utk aritmia ini, saya ditangani Dr. Dicky Hanafy, lulusan Jerman.
Karena setelah 72 jam tidak tampak progress dari TPM, Selasa siang Dr. Dicky memutuskan utk memasang TPM lain di pangkal paha.
Terus terang, saya ketakutan
15. Miracle happens. Selasa malam, ketika perawat sdg mempersiapkan saya utk didorong ke kamar operasi, tiba2 denyut nadi saya berirama kembali.
Operasi dibatalkan. Saya lega setengah mati.
16. Demikianlah, kejadian demi kejadian telah saya alami.
Untuk sementara saya belum dapat dijenguk di Intermediary Ward.
Tapi, bila keadaan membaik, Jumat ini saya akan dipindah ke kamar perawatan.
Tempatnya terlalu kecil utk Anda menjenguk.
Karena itu, sambil GR akan banyak yg menjenguk saya, saya sudah mengatur tempat di lobby Wisma Fits, di dalam kompleks RSIB dan PJN Harapan Kita untuk 1 sesi bezoeksutra Minggu, 8 Oktober pk 13-15 untuk 10 orang.
Mohon mendaftar ke Lidia Tanod dan Harry Nazarudin utk mengatur kunjungan.
Di luar waktu tsb, mohon maaf, tidak dapat saya terima.
Mohon doa Anda semua agar pemulihan saya tuntas dan lancar.
Salam,
Bondan Winarno
(*)
Gagal Move On dan Tak Terima sang Mantan Pacar Sudah Punya Kekasih Baru, Pria Ini Culik sang Wanita tapi Keciduk Polisi, Begini Akhirnya
Penulis | : | Deshinta Nindya A |
Editor | : | Deshinta Nindya A |