Sejarah mencatat RA Kartini wafat pada usia 24 tahun setelah melahirkan anak pertamanya yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat.
RA Kartini dinyatakan wafat beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya yakni pada 17 September 1904.
Sepeninggal Kartini, Menteri Kebudayaan Hindia Belanda bernama J.H. Abendanon mengumpulkan surat-surat berbahasa Belanda yang pernah ditulis oleh Kartini kepada teman-temannya.
Baca Juga : Menyukuri Jasa Kartini, Prilly Latuconsina: Aku Sebagai Wanita Dapat Kerja
Surat-surat yang berisikan pendapat dan pemikiran cerdas Kartini soal perjuangannya tentang status sosial hak para wanita pribumi kemudian disusun sebagai buku.
Tepat pada tahun 1911, buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan secara luas di Ameika, Inggris, Perancis dan Belanda.
Satu tahun setelah buku tersebut terbit, berdiri sebuah sekolah wanita oleh yayasan Kartini dengndi Semarang lalu meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun dan Cirebon.
Baca Juga : Berdarah Blasteran, 6 Aktris Cantik Ini Bicara Perjuangan RA Kartini
Yayasan tersebut milik keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis di era kolonial Belanda yang kagum dengan pemikiran Kartini soal hak wanita pribumi di tengah budaya patriarki Jawa.
Melansir Kompas.com, komponis Wage Rudolf Supratman juga menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini untuk mengenang jasa dan perjuangan Kartini bagi wanita Indonesia.
Lagu ini pertama kali dilantunkan pada idang penutup Kongres Pemuda Indonesia di Batavia pada tanggal 28 Oktober 1928.
Kemudian melalui Keputusan Presiden RI No 108, tanggal 2 Mei 1964, RA Kartini ditetapkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional. (*)
Tangis Nunung Pecah saat Singgung Soal Kariernya di Dunia Hiburan, Sebut Perannya Kini Sudah Tergantikan
Source | : | Kompas.com,Tribun Jateng |
Penulis | : | Tata Lugas Nastiti |
Editor | : | Tata Lugas Nastiti |