Grid.ID - Dalam menyambut hari Kartini 2019, ada baiknya mengetahui sejarah singkat RA Kartini, pahlawan nasional wanita yang namanya dikenal hingga mancanegara.
Sejarah singkat RA Kartini tidak hanya menceritakan asal muasal pahlawan wanita ini, tetapi juga menceritakan perjuangannya terhadap hak-hak wanita yang kini menjadi misi penting dalam menyambut hari Kartini 2019.
Tidak hanya membantu dalam memahami hak wanita untuk menyambut Hari Kartini 2019, sejarah singkat RA Kartini ini juga diharapkan mampu membuat publik paham dengan perjuangan sang pahlawan pada masa itu.
Baca Juga : Kartini Manoppo, Pramugari Garuda Indonesia yang Jadi Istri Kelima Soekarno
Ya, melansir dari Kompas.com, Kartini lahir pada 21 April 1879 silam di Jepara, Jawa Tengah.
Kartini lahir dan bertumbuh di tengah-tengah keluarga bangsawan RM Sosroningrat dan MA Ngasirah dengan nama lengkap Raden Ayu Kartini Djojo Adhiningrat.
Pada masa itu, pola hidup dengan budaya patriarki masih sangat kuat di tanah Jawa.
Baca Juga : Rilis Video Maternity dengan Tema Kartini, Kahiyang Ayu Panen Pujian
Para wanita memiliki kewajiban mengurus rumah dan tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan lebih tinggi dari pada kaum pria.
Tumbuh dewasa di tengah-tengah keluarga bangsawan membuat Kartini memiliki kesempatan mengenyam pendidikan formal tak seperti anak perempuan lainnya.
Kartini pada saat itu disekolahkan oleh sang ayah di Europese Lagere School atau ELS hingga berusia 12 tahun.
Baca Juga : Yuki Kato Katakan Kartini Zaman Sekarang Keren!
Dari sekolah itulah Kartini memiliki kemampuan membaca dan menulis dalam bahasa Belanda.
Karena sifatnya yang haus akan pengetahuan, Kartini yang terpingit dirumah pun tetap aktif belajar dengan menulis ratusan surat kepada teman-temannya yang berada di Belanda.
Tidak hanya saling bertukar pikiran lewat surat, Kartini juga rajin membaca buku-buku kebudayaan Eropa seperti buku karya Louis Coperus yang berjudul Des Stille Kraacht.
Baca Juga : Gempita Banjir Pujian Setelah Nyanyikan Lagu Ibu Kita Kartini, Tergemas!
Semakin banyak ia membaca buku-buku tersebut, Kartini semakin tertarik dengan pola pikir perempuan Eropa dan ingin berusaha memajukan kedudukan perempuan pribumi.
Akhirnya, berbekal pengetahuan yang ia miliki, Kartini mulai memberikan perhatian khusus kepada emansipasi wanita pribumi yang kala itu memiliki status sosial yang cukup rendah ditengah-tengah kekuasaan pria.
Selain itu ia juga menaruh perhatian pada masalah sosial yang terjadi menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum.
Baca Juga : Hari Kartini, Pevita Pearce Tampil Ayu Memesona Kenakan Balutan Kebaya
Dilansir Grid.ID dari Tribun Jateng, pada tahun 1903, RA Kartini dinikahkan dengan seorang Bupati Rembang yang telah memiliki 3 orang istri, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.
Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang memahami pola pikir istrinya akhirnya mengizinkan Kartini untuk mendirikan sekolah wanita.
Sekolah wanita ini didirikan dengan tujuan tak hanya memberikan pendidikan bagi para wanita pribumi, tetapi juga memperjuangkan hak mereka di tengah-tengah budaya feodal tanah Jawa masa itu.
Baca Juga : Hari Kartini, Menurut Rianti Cartwright Ibunya Merupakan Kartini Masa Kini
Sejarah mencatat RA Kartini wafat pada usia 24 tahun setelah melahirkan anak pertamanya yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat.
RA Kartini dinyatakan wafat beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya yakni pada 17 September 1904.
Sepeninggal Kartini, Menteri Kebudayaan Hindia Belanda bernama J.H. Abendanon mengumpulkan surat-surat berbahasa Belanda yang pernah ditulis oleh Kartini kepada teman-temannya.
Baca Juga : Menyukuri Jasa Kartini, Prilly Latuconsina: Aku Sebagai Wanita Dapat Kerja
Surat-surat yang berisikan pendapat dan pemikiran cerdas Kartini soal perjuangannya tentang status sosial hak para wanita pribumi kemudian disusun sebagai buku.
Tepat pada tahun 1911, buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan secara luas di Ameika, Inggris, Perancis dan Belanda.
Satu tahun setelah buku tersebut terbit, berdiri sebuah sekolah wanita oleh yayasan Kartini dengndi Semarang lalu meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun dan Cirebon.
Baca Juga : Berdarah Blasteran, 6 Aktris Cantik Ini Bicara Perjuangan RA Kartini
Yayasan tersebut milik keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis di era kolonial Belanda yang kagum dengan pemikiran Kartini soal hak wanita pribumi di tengah budaya patriarki Jawa.
Melansir Kompas.com, komponis Wage Rudolf Supratman juga menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini untuk mengenang jasa dan perjuangan Kartini bagi wanita Indonesia.
Lagu ini pertama kali dilantunkan pada idang penutup Kongres Pemuda Indonesia di Batavia pada tanggal 28 Oktober 1928.
Kemudian melalui Keputusan Presiden RI No 108, tanggal 2 Mei 1964, RA Kartini ditetapkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional. (*)
5 Shio Paling Mudah Terpengaruh Teman, Tindakan Sering Bukan Hasil Proses Berpikir Sendiri
Source | : | Kompas.com,Tribun Jateng |
Penulis | : | Tata Lugas Nastiti |
Editor | : | Tata Lugas Nastiti |